Minggu, 08 Januari 2012

MASAIL FIKIH

HUKUM BAYI TABUNG
Oleh: Wawan Hermawan Al-Ghifary

KATA PENGANTAR
                                                                                    

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Salawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. pemakalah panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan taufiknya sehingga makalah dengan judul hukum bayi tabung dalam ajaran Islamtelah terselesaikan.
 Dengan penyusunan makalah ini selaku pemakalah menyadari bahwa masih jauh pada tahap yang sempurna. untuk itu mohon dengan sangat kritik dan sarannya untuk jadi bahan perbaikan kedepannya. tujuan dari pembuatan makalah ini  disusun untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah masail fiqhiyah.
Pemakalah mengucapkan terima kasih kapada Bapak Wawan Ahmad Ridwan, M.ag. selaku pembimbing, dan Dosen Mata Kuliah Masail Fiqhiyah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Cirebon, program S-1 pendidikan Agama Islam (PAI) yang telah petunjuk serta bimbingan yang sangat berguna untuk penyusunan makalah ini. Dan pemakalah juga mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam penulisan dan penyusunan kata dan kalimat masih terdapat kesalahan karena pemakalah tidak lebih dari seorang yang masih dalam tahap balajar.
Billahittaufik walhidayah
Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Cirebon, 25 Desember 2009

Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ajaran islam mengajarkan kita untuk tidak berputus asa dan menganjurkan senantiasa untuk berikhtiar (usaha) dalam menggapai karunia AllahSWT. Dan Allah pun telah menjanjikan kepada umatnya bahwa setiap kesulitan ada solusinya termasuk kesulitan reproduksi manusia dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran yang Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka bersyukur dengan menggunakan sesuai dengan kaedah ajaran-Nya.
Demikian halnya Teknologi bayi tabung merupakan hasil terapan sains modern yang pada prinsipnya bersifat netral sebagai bentuk kemajuan ilmu kedokteran sehingga meskipun memiliki daya guna tinggi, namun juga sangat rentan terhadap penyalahgunaan dan kesalahan etika bila dilakukan oleh orang yang tidak beragama, beriman dan beretika sehingga akan sangat berdampak negati dan fatal.
Oleh karena itu kaedah dan ketentuan syariah menganjurkan kita untuk tidak menyalahgunakan teknologi bayi tabung tanpa ajaran islam karena teknologi belum tentu sesuai menurut agama, etika dan hukum yang berlaku di masyarakat.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah hukum menurut ajaran islam bayi tabung itu diperbolehkan atau diharamkan?
2.      Bagaimana dilakukannya inseminasi buatan dan bayi tabung pada manusia?
3.      Bagaimana hukum pembuatan inseminasi pada heman?







BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Inseminasi bauatan merupakan terjemahan dari artificial insemination. Artificial artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination berasal dari kata latin. Inseminatus artinya pemasukan atau penyampaian. artificial insemination adalah penghamilan atau pembuahan buatan. Dalam kamus تلقيح الصناعى, seperti dalam kitab al-fatawa karangan mahmud syaltut.
Jadi, inseminasi buatan adalah penghamilan buatan yang dilakukan terhadap wanita dengan cara memasukan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut dengan pertolongan dokter, istilah lain yang semakna adalah kawin suntik, penghamilan buatan dan permainan buatan (PB). Yang dimaksud dengan bayi tabung (Test tubebaby) adalah bayi yang di dapatkan melalui proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi embrio dengan bantuan ilmu kedokteran. Dikatakan sebagai kehamilan, bayi tabung karena benih laki-laki yang disebut dari zakar laki-laki disimpan dalam suatu tabung.
Untuk menjalani proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim, perlu disediakan ovom (sel telur dan sperma). Jika saat ovulasi (bebasnya sel telur dari kandung telur) terdapat sel-sel yang masak maka sel telur itu di hisab dengan sejenis jarum suntik melalui sayatan pada perut, kemudian di taruh dalam suatu tabung kimia, lalu di simpan di laboratorium yang di beri suhu seperti panas badan seorang wanita. Kedua sel kelamin tersebut bercampur (zygote) dalam tabung sehingga terjadinya fertilasi. Zygote berkembang menjadi morulla lalu dinidasikan ke dalam rahim seorang wanita. Akhirnya wanita itu akan hamil. Inseminasi permainan (pembuahan) buatan telah dilakukan oleh para sahabat nabi terhadap pohon korma. Bank sperma atau di sebut juga bank ayah mulai tumbuh pada awal tahun 1970. Adapun inseminasi buatan pada hewan ialah pembuahan pada hewan atau manusia tanpa melalui senggama (sexual intercourse).



B. Motivasi di Lakukan Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan yang dilakukan untuk menolong pasangan yang mandul, untuk mengembang biakan manusia secara cepat, untuk menciptakan manusia jenius, ideal sesuai dengan keinginan, sebagai alternative bagi manusia yang ingin punya anak tetapi tidak mau menikah dan untuk percobaan ilmiah.
Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan dalam dunia kedokteran, antara lain adalah: Pertama; Fertilazation in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian diproses di vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer di rahim istri. Kedua; Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur (tuba palupi) Teknik kedua ini terlihat lebih alamiah, sebab sperma hanya bisa membuahi ovum di tuba palupi setelah terjadi ejakulasi melalui hubungan seksual.
C.  Hukum Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam.
Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
Masalah inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah banyak dibicarakan di kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional. Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986.
Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri.
Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia.
Mantan Ketua IDI, dr. Kartono Muhammad juga pernah melemparkan masalah inseminasi buatan dan bayi tabung. Ia menghimbau masyarakat Indonesia dapat memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel sperma dan ovumnya berasal dari suami-isteri sendiri.
Menurut hemat penulis, dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan hukum haram inseminasi buatan dengan donor ialah:
Pertama; firman Allah SWT dalam surat al-Isra:70 dan At-Tin:4. Kedua ayat tersebuti menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia. Dalam hal ini inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diinseminasi.
Kedua; hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban).
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah boleh, asalkan tidak melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar tidak membolehkan. Pada saat para imam mazhab masih hidup, masalah inseminasi buatan belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh fatwa hukumnya dari mereka.
Hadits ini juga dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata maa’ dalam bahasa Arab bisa berarti air hujan atau air secara umum, seperti dalam Thaha:53. Juga bisa berarti benda cair atau sperma seperti dalam An-Nur:45 dan Al-Thariq:6.
Dalil lain untuk syarat kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari ssperma dan ovum pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan “dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari mafsadah atau mudharat) harus didahulukan daripada mencari atau menarik maslahah/kebaikan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan mudharat daripada maslahah. Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya, untuk mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal. Namun mudharat dan mafsadahnya jauh lebih besar, antara lain berupa:
a.         percampuran nasab, padahal Islam sangat menjada kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya dengan kemahraman dan kewarisan.
b.         Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
c.         Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah.
d.         Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tanggal.
e.         Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.
f.          Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami. (QS. Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” maka tampaknya memberi pengertian bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat dipandang sebagai anak yang sah.
Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat bagaimana peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f) tentang larangan perkawinan antara dua orang karena agama melarangnya, dll. lagi pula negara kita tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena tidak sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku.
Sedangkan hukum inseminasi buatan pada hewan dan hasilnya sebagaimana yang sering orang lakukan juga harus didudukkan masalahnya. Pada umumnya, hewan baik yang hidup di darat, air dan udara, adalah halal dimakan dan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk kesejahteraan hidupnya, kecuali beberapa jenis makanan/hewan yang dilarang dengan jelas oleh agama.
Kehalalan hewan pada umumnya dan hewan ternak pada khususnya adalah berdasarkan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah:29, yang menyatakan bahwa semua yang ada di planet bumi ini untuk kesejahteraan manusia. Dan juga surat Al-Maidah:2, yang menyatakan bahwa semua hewan ternak dihalalkan kecuali yang tersebut dalam Al-An’am:145, An-Nahl:115, Al-Baqoroh:173 dan Al-Maidah:3.
Ketiga surat dan ayat yang pertama tersebut hanya mengharamkan 4 jenis makanan saja, yaitu bangkai, darah, babi dan hewan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah. Sedangkan surat dan ayat yang disebut terakhir mengharamkan 10 jenis makanan, yaitu 4 macam makanan yang tersebut di atas ditambah 6, yakni:
1.      Hewan yang mati tercekik.
2.      Hewan Yang mati dipukul.
3.      Hewan Yang mati terjatuh.
4.      Hewan Yang mati ditanduk.
5.      Hewan Yang mati diterkam binatang buas, kecuali yang sempat disembelih dan
6.      Hewan Yang disembelih untuk disajikan pada berhala.
Namun mengingat risalah Islam tidak hanya mengajak umat manusia untuk beriman, beribadah dan bermuamalah di masyarakat yang baik (berlaku ihsan) sesuai dengan tuntunan Islam, tetapi Islam juga mengajak manusia untuk berakhlak yang baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan sesama makhluk termasuk hewan dan lingkungan hidup, maka patut dipersoalkan dan direnungkan, apakah melakukan inseminasi buatan pada hewan pejantan dan betina secara terus menerus dan permanen sepanjang hidupnya secara moral dapat dibenarkan? Sebab hewan juga makhluk hidup seperti manusia, mempunyai nafsu dan naluri untuk kawin guna memenuhi insting seksualnya, mencari kepuasan (sexual pleasure) dan melestarikan jenisnya di dunia.


BAB II
PENUTUP

A.    Kesimpulan
inseminasi buatan adalah penghamilan buatan yang dilakukan terhadap wanita dengan cara memasukan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut dengan pertolongan dokter, istilah lain yang semakna adalah kawin suntik.
Adapun hukum bayi tabung dalam ajaran iaslam dan ada salah satu para ulama yang berpendapat diantaranya yaitu “Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986” mengatakan bahwa mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri.
Begitu juga halnya inseminasi buatan pada hewan bahwa mengembangbiakkan semua jenis hewan yang halal (yang hidup di darat, air dan terbang bebas di udara) diperbolehkan Islam, baik untuk dimakan maupun untuk kesejahteraan manusia. Pengembangbiakan boleh dilakukan dengan inseminasi alami maupun dengan inseminasi buatan. Inseminasi buatan pada hewan tersebut hendaknya dilakukan dengan memperhatikan nilai moral Islami sebagaimana proses bayi tabung pada manusia tetap harus menjunjung tinggi etika dan kaedah-kaedah syariah.
Oleh karena itu bahwa proses pembuatan bayi tabung yang sel telurnya berasal dari istri pertama dan dikembangkan dalam rahim istri kedua, hukumnya tetap haram karena akan menyebakan percampuran nasab sebagaimana yang dijelaskan di atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar