Minggu, 08 Januari 2012

MAKALAH ADMINISTRASI PENDIDIKAN


SUPERVISI PENDIDIKAN
Oleh: Wawan Hermawan Al-Ghifary
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian supervisi
            Dalam Bab I pasal 6 telah dikatakan bahwa supervisi adalah aktivitas menentukan kondisi-kondisi syarat-syarat yang esensial, yang akan men­jamin tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.
Jadi super isi mempunyai pengertian yang luas. Supervisi adalah se­gala bantuan dari para pemimpin sekolah, yang tertuju kepada perkem­bangan kepemimpinan guru-guru dan personel sekolah lainnya di dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan. la berupa dorongan, bimbingan, dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru, seperti bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan da­lam pendidikan dan pengajaran, pemilihan alat-alat pelajaran dan metode­-metode mengajar yang lebih baik, cara-cara penilaian yang sistematis terhadap fase seluruh proses pengajaran, dan sebagainya.
Dengan kata lain:
Supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
            Fungsi pengawasan atau supervisi dalam pendidikan bukan hanya sekadar kontrol melihat apakah segala kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah digariskan, tetapi lebih dari itu. Super­visi dalam pendidikan mengandung pengertian yang luas. Kegiatan super­visi mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat personel mau­pun material yang diperlukan untuk terciptanya situasi belajar-mengajar yang efektif, dan usaha memenuhi syarat-syarat itu.
Seperti dikatakan oleh Nealey dan Evans dalam bukunya, "Hand­book for Effective Supervision of Instruction", seperti berikut: ". . . the term 'supervision' is used to describe those activities which are primarily and directly concerned with studying and improving the conditions which surround the learning and growth of pupils and teachers. "
Dalam dunia pendidikan di Indonesia, perkataan supervisi belum be­gitu populer. Sejak zaman penjajahan Belanda hingga sekarang orang lebih mengenal kata "inspeksi" daripada supervisi. Pengertian "inspeksi" sebagai warisan pendidikan Belanda dulu, cenderung kepada pengawasan yang bersifat otokratis, yang berarti "mencari kesalahan-kesalahan guru dan kemudian menghukumnya". Sedangkan supervisi mengandung pe­ngertian yang lebih demokratis. Dalam pelaksanaannya, supervisi bukan hanya mengawasi apakah para guru/pegawai menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan instruksi atau ketentuan-ketentuan yang telah digariskan, tetapi juga berusaha bersama guru-guru, bagaimana cara-­cara memperbaiki proses belajar-mengajar. Jadi, dalam kegiatan super­visi, guru-guru tidak dianggap sebagai pelaksana pasif, melainkan diper­lakukan sebagai partner bekerja yang memiliki ide-ide, pendapat-pen­dapat, dan pengalaman-pengalaman yang perlu didengar dan dihargai serta diikutsertakan di dalam usaha-usaha perbaikan pendidikan. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Burton dalam bukunya, "Supervision a Social Process", sebagai berikut: "Supervision is an expert technical service pri­marily aimed at studying and improving co-operatively all factors which affect child growth and development".
Sesuai dengan rumusan Burton tersebut, maka:
1)      Supervisi yang baik mengarahkan perhatiannya kepada dasar-dasar pendidikan dan cara-cara belajar serta perkembangannya dalam pen­capaian tujuan umum pendidikan.
2)      Tujuan supervisi adalah perbaikan dan perkembangan proses belajar­mengajar secara total; ini berarti bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi juga membina per­tumbuhan profesi guru dalam arti luas termasuk di dalamnya peng­adaan fasilitas yang menunjang kelancaran proses belajar-mengajar, peningkatan mutu pengetahuan dan keterampilan guru-guru, pem­berian bimbingan dan pembinaan dalam hal implementasi.kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar., alat-alat pelajaran, pro­sedur dan teknik evaluasi pengajaran, dan sebagainya.
3)      Fokusnya pada setting for learning, bukan pada seseorang atau se­kelompok orang. Semua orang, seperti guru-guru, kepala sekolah, d an pegawai sekolah lainnya, adalah teman sekerja (coworkers) yang sama-sama bertujuan mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kegiatan belajar-mengajar yang baik.
            Sesuai dengan rumusan di atas, maka kegiatan atau usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam rangka pelaksanaan supervisi dapat disimpulkan sebagai berikut:
a)      Membangkitkan dan merangsang semangat guru-guru dan pegawai sekolah lainrtya dalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya.
b)      Berusaha mengadakan dan melengkapi alat-alat perlengkapan ter­masuk macam-macam media instruksional yang diperlukan bagi ke­lancaran jalannya proses belajar-mengajar yang baik.
c)      Bersama guru-guru, berusaha mengembangkan, mencari dan meng­gunakan metode-metode baru dalam proses belajar-mengajar yang lebih baik.
d)      Membina kerja sama yang baik dan harmonis antara guru, murid, dan pegawai sekolah lainnya.
e)      Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan pegawai sekolah, antara lain dengan mengadakan workshop, seminar, inser­vice-training, atau up-grading.
            Perlu ditambahkan di sini bahwa menurut struktur organisasi Dep. P & K yang berlaku sekarang ini, yang termasuk kategori supervisor dalam pendidikan adalah kepala sekolah, penilik sekolah, dan para pengawas di tingkat kabupatenlkotamadya, serta staf kantor bidang yang ada di tiap provinsi.
     Menurut Keputusan Menteri P dan K RI No.0134/0/ 1977, tugas pengawas dalam pendidikan dirinci sebagai berikut:
1)      Mengendalikan pelaksanaan kurikulum meliputi isi, metode penya­jian, penggunaan alat perlengkapan dan penilaiannya agar berlangsung sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-­undangan yang berlaku.
2)      Pengendalian tenaga teknis sekolah agar terpenuhi persyaratan for­mal yang berlaku dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentu­an dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3)      Mengendalikan pengadaan, penggunaan dan pemeliharaan sarana sekolah sesuai dcngan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menjaga agar kualitas dan kuantitas sarana sekolah memenuhi ketentuan dan persyaratan yang berlaku.
4)      Mengendalikan tata usaha sekolah meliputi urusan kepegawaian, urusan keuangan dan urusan perkantoran agar berjalan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5)      Mengendalikan hubungan kerja sama dengan masyarakat, antara lain dengan pemerintah daerah, dunia usaha, dan lain-lain.
6)      Menilai proses dan hasil pelaksanaan kurikulum berdasarkan kete­tapan dan waktu.
7)      Menilai pelaksanaan kerja tenaga teknis sekolah.
8)      Menilai pemanfaatan sarana sekolah.
9)      Menilai efisiensi dan keefektifan tata usaha sekolah.
10)   Menilai hubungan kerja sama dengan masyarakat, antara lain pe­merintah daerah, dunia usaha, dan lain-lain.
11)  Melaksanakan program supervisi sekolah serta memberikan petun­juk perbaikan terhadap penyimpangan dalam pengelolaan sekolah yang meliputi segi:
a)      Proses dan hasil pelaksanaan kurikulum yang dicapai pada periode tertentu;
b)      Kegiatan sekolah di bidang pengelolaan gedung dan bangunan, halaman, perabot dan alat-alat kantor dan sarana pendidikan lain­nya;
c)      Pengembangan personel sekolah termasuk kepala sekolah, guru, tenaga tata usaha yang mencakup segi disiplin, sikap dan tingkah laku, pembinaan karier, peningkatan pengetahuan dan keteram­pilan sesuai dengan tuntutan profesi masing-masing;
d)      Tata usaha sekolah termasuk urusan keuangan, urusan sarana, dan urusan kepegawaian;
e)      hubungan sekolah dengan Badan Pembantu Penyelenggara Pen­didikan dan masyarakat umumnya.
B. Tipe-tipe Kepengawasan
            Sehubungan dengan arti supervisi seperti diuraikan di atas, jelaslah bahwa fungsi pokok pemimpin sekolah sebagai supervisor terutama ialah mem­bantu guru-guru dalam mengembangkan potensi-potensi mereka sebaik­baiknya. Untuk mengembangkan potensi/daya kesanggupan dan keca­kapan itu, kepala sekolah selaku supervisor perlu memperhatikan faktor­faktor penghambat yang telah diuraikan di atas.
Akan tetapi, dalam hubungan ini perlu pula diperhatikan bahwa pe­ngertian tentang ftmgsi supervisor tidak dapat dilepaskan dari tipe-tipe kepemimpinan/kepengawasan mana yang dianutnya.
Burton dan Brueckners mengemukakan adanya lima tipe supervisi, yaitu inspeksi, laissez-faire, coercive, training and guidance, dan democratic leadership. Secara singkat kelima tipe tersebut dapat dijelas­kan sebagai berikut:
1) Supervisi sebagai inspeksi
            Dalam administrasi dan kepemimpinan yang otokratis, supervisi berarti inspeksi. Dalam bentuk inspeksi ini, supervisi semata-mata merupakan kegiatan menginspeksi pekerjaan-pekerjaan guru atau bawahan. Orang­orang yang bertugas/mempunyai tanggung jawab tentang pekerjaan itu disebut inspektur. Istilah ini masih berlaku resmi dan umum di negara kita meskipun sebenarnya tugas dan pelaksanaan sudah banyak mengalami perubahan.
     lnspeksi bukanlah suatu pengawasan yang berusaha menolong guru untuk mengembangkan dan memperbaiki cara dan daya kerja sebagai pen­didik dan pengajar. Inspeksi dijalankan terutama dimaksud untuk mene­litii mengawasi apakah guru atau bawahan menjalankan apa-apa yang sudah diinstruksikan dan ditentukan oleh atasan atau tidak, sampai di mana guru-guru.atau bawahan menjalankan tugas-tugas yang telah dibe­rikan/ditentukan atasannya. Jadi, inspeksi berarti kegiatan-kegiatan men­cari kesalahan.
     Untuk menentukan baik buruknya guru-guru/bawah­an dilihat semata-mata dari-sampai di mana ketaatan dan kebaikannya menjalankan tugas-tugas atasan tersebut. Guru-guru/bawahan tidak per­nah di:ninta pendapat, diajak merundingkan segala sesuatu yang ber­hubungan dengan tugasnya. Musyawarah dan mufakat tidak berlaku dalam hal ini. Inilah ciri-ciri kepengawasan yang khas yang berlaku pada zaman kolonial dahulu, yang hingga kini masih juga terdapat sisa-sisanya dalam dunia pendidikan kita. Inspeksi merupakan tipe kepengawasan yang otokratis.
2)    Laissez faire
       Kepengawasan yang bertipe laissez faire sesungguhnya merupakan kepe­ngawasan yang sama sekali tidak konstruktif. Kepengawasan laissezfaire membiarkan guru-guru bawahan bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk dan bimbingan. Guru-guru boleh menjalankan tugasnya menurut apa yang mereka sukai, boleh mengajar apa yang mereka ingini dan dengan cara yang mereka hendaki masing-masing.
Sama halnya dengan laissez faire pada sistem ekonomi, tipe laissez faire pada supervisi adalah berdasarkan pandangan demokrasi.yang salah. Kita mengetahui bahwa hal yang demikian bukanlah demokrasi, melain­kan justr,i suatu kepengawasan yang Iemah dan tanpa tanggung jawab. Seorang kepala sekolah yang termasuk tipe ini sama sekali tidak mem­bvrikan bantuan, pengawasan, dan koreksi terhadap pekerjaan guru­guru/anggota yang dipimpinnya. Pembagian tugas dan kerja sama di­serahkan sepenuhnya kepada mereka masing-masing, tanpa petunjuk atau saran-saran, tanpa adanya koordinasi.
Tidak mengherankan jika dalam kepengawasan laissezfaire ini mudah sekali timbul kesimpangsiuran dalam kekuasaan dan tanggung jawab di antara guru-guru dan pegawai-pegawai lainnya, mudah timbul perselisihan dan kesalahpahaman di antara mereka. Segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan bimbingan pemimpin. Para anggota tidak memiliki penger­tian yang tegas tentang batas-batas kekuasaan dan tanggung jawab mereka masing-masing. Dengan demikian, sukar diharapkan adanya kerja sama yang harmonis yang sama-sama diarahkan ke satu tujuan.
3)    Coercive supervision
            Hampir sama dengan kepengawasan yang bersifat inspeksi, tipe kepe­ngawasan ini bersifat otoriter. Di dalam tindakan kepengawasannya si pengawas bersifat memaksakan segala sesuatu yang dianggapnya benar dan baik menurut pendapatnya sendiri. Dalam hal ini pendapat dan ini­siatif guru tidak dihiraukan atau tidak dipertimbangkan. Yang penting, guru harus tunduk dan menuruti petunjuk-petunjuk yang dianggap baik oleh supervisor itu sendiri. Mungkin dalam hal-hal tertentu kepengawasan tipe coervice ini berguna dan sesuai; misalnya bagi guru yang mulai bela­jar dan mengajar. Akan tetapi, untuk perkembangan pendidikan pada umumnya tipe coercive ini banyak kelemahannya. Tidak semua kepala sekolah atau supervisi cara-cara mengajar yang baik untuk seluruh mata pelajaran.
4)  Supervisi sebagai latihan bimbingan
            Dibandingkan dengan tipe-tipe supervisi yang telah dibicarakan terdahulu, tipe ini lebih baik. Tipe supervisi ini berlandaskan suatu pandangan bahwa pendidikan itu merupakan proses pertumbuhan bimbingan. Juga ber­dasai'kan pandangan bahwa orang-orang yang diangkat sebagai guru pada umumnya telah mendapat pendidikan pre-service di sekolah guru. Oleh karena itu, supervisi yang dilakukan selanjutnya ialah untuk melatih (to train) dan memberi bimbingan (to guide) kepada guru-guru tersebut dalam tugas pekerjaannya seliagai guru.
     Tipe ini baik, terutama bagi guru-guru yang baru mulai mengajar setelah keluar dari sekolah guru. Kelemahannya ialah: mungkin peng­awasan, petunjuk-petunjuk, atauptut nasihat-nasihat yang diberikan dalam rangka training dan bimbingan itu bersifat kolot, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan pendidikan dan tuntutan zaman sehingga dapat terjadi kontradiksi antara pengetahuan yang telah diperoleh guru dari sekolah guru dengan pendapat supervisor itu sendici. Kontradiksi ini dapat pula terjadi karena sebaliknya, pendapat supervisi itu lebih maju sedang­kan pengetahuan yang diperoleh guru dari sekolah guru masih bersifat konservatif.
5) Kepengawasan yang demokrasi
            Dalam kepemimpinan yang demokratis, kepengawasan atau supervisi ber­sifat demokratis pula. Supervisi merupakan kepemimpinan pendidikan secara kooperatif. Dalam tingkat ini, supervisi bukan lagi suatu peker­jaan yang dipegang oleh seorang petugas, melainkan merupakan pekerjaan-pekerjaan bersama yang dikoordinasikan. Tanggung jawab tidak dipegang sendiri oleh supervisor, melainkan dibagi-bagikan kepada para anggota sesuai dengan tingkat, keahlian, darr kecakapannya masing-masing.
     Masalah penting yang perlu mendapat perhatian bagi para pengawas clan kepata sekolah selaku supervisor ialah menemukan cara-cara beker­ja secara kooperatif yang efektif. Kemajuan dalam situasi belajar murid­murid tidak dapat dicapai dengan memusatkan perhatian kepada teknik­teknik mengajar semata-mata. Mengajar adalah hasil dari keseluruhan pengalaman yang diperoleh guru. Untuk memajukan pengajaran, super­visor harus mau memajukan kepemimpinan yang mengembangkan pro­gram sekolah, clan memperkaya lingkungan bagi semua guru, mengusa­hakan kondisi-kondisi yang memungkinkan orang-orang dapat bermufa­kat tentang tujuan-tujuan pendidikan dan cara-cara pelaksanaannya, dan memperoleh sumber-sumber yang memungkinkan pertumbuliin individual maupun kelompok dalam pandangan dan kecakapan-kecakapan mereka. Di samping itu, diusahakan pula adanya iklim dan suasana sehingga orang­orang merasa diakui dan dihargai sebagai anggota kelompok yang sama penting.
     Bagi usaha-usaha clan tujuan-tujuan itu, maka kerja sama yang sesuai dan esensial ialah yang dapat memajukan/mengembangkan:
a)      Pengertian yang mendalam pada individu clan kelompok tentang tujuan-tujuan pendidikan, serta pengabdiannya terhadap tujuan-­tujuan itu.
b)      Kesediaan clan kerelaan untuk menerima tanggung jawab pribadi clan kelompok bagi tercapainya tujuan-tujuan bersama.
c)      Kecakapan untuk memberi sumbangan-sumbangan secara efektif dan kreatif bagi terpecahkannya masalah-masalah yang bertalian dengan pencapaian tujuan-tujuan.
d)      Koordinasi untuk kepentingan usaha bersama secara keseluruhan. Bentuk-bentuk kegiatan kerja sama yang sesuai dengan maksud-maksud tersebut sangatlah banyak. Akan tetapi, yang pokok dan sangat petiting bagi fungsi kepengawasan ialah:
a.  Kerja sama dalam merencanakan pekerjaan-pekerjaan, terutama da­lam merumuskan tujuan-tujuan clan menentukan prosedur-prosedur pelaksanaannya.
b. Kerja sama dalam membagi sumber-sumber tenaga dan tanggung jawab-tanggung jawab dalam-berbagai aspek pekerjaan.
c.  Kerja sama dalam pelaksanaan tugas-tugas penting bagi tercapainya tujuan-tujuan.
d. Kerja sama datam menilai pelaksanaan prosedur serta penilaian ter­hadap hasil-hasil pekerjaan.
C. Kepengawasan dan Semangat
            Untuk menyelenggarakan dan pelaksanaan kerja sama seperti dimaksud­kan di atas, diperlukan dasar-dasar yang meliputi keinsafan, kesadaran, dan semangat. Dengan kata lain, untuk memajukan suatu karya bersama secara keseluruhan diperlukan adanya kesediaan untuk memikul tanggung jawab tanpa memikirkan atau mengutamakan kepentingan-kepentingan pribadi, melainkan justru untuk tercapainya tujuan-tujuan bersama.
     Jika telah diakdi kebenaran bahwa orang-orang dapat memberi sum­bangan yang lebih bila mereka diikutSertakan dalam membangun tujuan­tujuan, merencanakan prosedur-prosedur, clan menilai hasil-hasil, maka pemimpin atau supervisor haruslah membantu anggota-anggotanya men­ciptakan situasi-situasi di mana mereka dapat ikut serta dalam kegiatan-­kegiatan kerja sama itu; jangan mengasingkan orang-seorang.
     Dan bila telah diterima bahwa kerja sama yang efektif tidak dapat diperoleh dengan cara paksaan, melainkan.dengan cara yang lebih ber­sifat membina, mendorong, dan memberi semangat, maka pemimpin harus mengarahkan usaha-usahanya kepada terciptanya semangat kelompok yang akan mendorong mereka untuk bekerja secara produktif. Semangat ialah sesuatu yang membuat orang-orang mengabdi kepada tugas pekerjaannya, di mana kepuasan bekerja clan hubungan-hubungan kekeluargaan yang menyenangkan menjadi bagian daripadanya. Semangat ialah reaksi emosional clan mental dari seseorang terhadap pekerjaannya. Semangat mempengaruhi kuantitas clan kualitas peker:jaan seseorang. Dilihat dari sudut administrasi pendidikan, semangat ialah suatu disposisi pada orang-orang di dalam suatu usaha bersama untuk bertin­dak, bertingkah laku, clan berbuat dengan cara-cara yang produktif, bagi maksud-maksud dan tujuan-tujuan organisasi atau usaha pendidikan. Jika disposisi itu kuat, maka semangat itu tinggi, la tampak sebagai kesediaan untuk menempatkan pert imbangan-pertimbangan tentang diri sendiri di bawah kepentingan bersama, untuk bekerja selaku seorang ang­gota da(am suatu kesatuan, untuk tercapainya tujuan-tujuan umum, dan se bagai kecenderungan untuk mendapat kepuasan dari kemajuan­kemajuan yang diperoleh organisasi.
Rasa kekeluargaan, loyalitas, antusiasme, sifat dapat dipercaya, dan kesanggupan bekerja sama, menjadi ciri-ciri semangat yang tinggi.                                                                      , Bila disposisi lemah, maka semangat dikatakan rendah Semangat ren­dah tampak sebagai tingkah laku clan perbuatan-perbuatan yang merusak atau tidak membantu terhadap tujuan-tujuan umum. la tampak sebagai ketidakrnampuan untuk mendapat kemajuan-kemajuan, dan sebagai ke­cenderungan untuk kepentingan-kepentingan pribadi. Percekcokan yang terus-menerus, perpecahan, kurang kesanggupan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan dan frekuensi absen yang tinggi, semua itu adalah ciri-ciri semangat yang rendah.
Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi semangat dan perlu mendapat perhatian dari para pemimpin pendidikan ialah:
o   Adanya tingkat kehidupan yang layak.
o   Adanya perasaan terlindung, ketenteraman da4am bekerja. - Adanya kondisi-kondisi beker)a yang menyenangkan.
o   Suasana dan rasa kekeluargaan.
o   Perlakuan yang adil dari atasannya.
o   Pengakuan dan penghargaan terhadap sumbangan-sumbangan dan jasa-jasa yang diperbuatnya.
o   Terdapat perasaan berhasil clan kesadaran untuk ingin berkembang. -            Kesempatan berpartisipasi clan diikutsertakan dalam menentukan ke­bijakan (policy).
o   Kesempatan untuk tetap memiliki rasa harga diri.
D. Fungsi-fungsi Supervisi
            Fungsi-fungsi supervisi pendidikan yang sangat penting diketahui oleh para pimpinan pendidikan termasuk kepala sekolah, adalah sebagai berikut:
I) Dalam bidang kepemimpinan
a)      Menyusun rencana dan policy bersama.
b)      Mengikutsertakan anggota-anggota kelompok (guru-guru, pe­gawai) dalam berbagai kegiatan.
c)      Memberikan bantuan kepada anggota kelompok dalam mengha­dapi dan memecahkan persoalan-persoalan.
d)      Membangkitkan dan memupuk semangat kelompok, atau memu­puk moral yang tinggi kepada anggota kelompok.
e)      Mengikutsertakan semua anggota dalam menetapkan putusan­putusan.
f)       Membagi-bagi dan mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada anggota kelompok, sesuai dengan fungsi-fungsi dan kecakapan masing-masing.
            Mempertinggi daya kreatif pada anggota kelompok. Menghilangkan rasa malu dan rasa rendah diri pada anggota kelompok sehingga mereka berani mengemukakan pendapat demi kepentingan bersama.
2) Dalam hubungan kemanusiaan
a)      Memanfaatkan kekeliaruan ataupun kesalahan-kesalahan yang dialaminya untuk dijadikan pelajaran demi perbaikan selanjut­nya, bagi diri sendiri maupun bagi anggota kelompoknya.
b)      Membantu mengatasi kekurangan ataupun kesulitan yang di­hadapi anggota kelompok, seperti dalam hal kemalasan, merasa rendah diri, acuh tak acuh, pesimistis, dsb.
c)      Mengarahkan anggota kelompok kepada sikap-sikap yang demo­kratis.
d)      Memupuk rasa saling menghormati di antara sesama anggota kelompok dan sesama manusia.
e)      Menghilangkan rasa curiga-mencurigai antara anggota kelompok.
3) Dalam pembinaan proses kelompok
a)      Mengenal masing-masing pribadi anggota kelompok, baik kelemahan maupun kemampuan masing-masing.
b)      Menimbulkan dan memelihara sikap percaya-mempercayai an­tara sesama anggota maupun antara anggota dan pimpinan.
c)      Memupuk sikap dan kesediaan tolong-menolong.
d)      Memperbesar rasa tanggung jawab para anggota keloinpok.
e)      Bertindak bijaksana dalam menyelesaikan pertentangan atau per­selisihan pendapat di antara anggota kelompok.
f)       Menguasai teknik-teknik memimpin rapat dan pertemuan-per­temuan lainnya.

4) Dalam bidang administrasi personel
a)      Memilih personel yang memiliki syarat-syarat dan kecakapan yang diperlukan untuk suatu pekerjaan.
b)      Menempatkan personel pada tempat dan tugas yang sesuai dengan kecakapan dan kemampuan masing-masing.
c)      Megusahakan susunan kerja yang menyenangkan dan mening­katkan daya kerja serta hasil maksimal.
5) Dalam bidang evaluasi
a)      Menguasai dan memahami tujuan-tujuan pendidikan secara khu­sus dan terinci.
b)      Menguasai dan memiliki norma-norma atau ukuran-ukuran yang akan digunakan sebagai kriteria penilaian.
c)      Menguasai teknik-teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang lengkap, benar, dan dapat diolah menurut norma yang ada.
d)      Menafsirkan dan menyimpulkan hasil-hasil penilaian sehingga mendapat gambaran tentang kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan.
            Jika fungsi-fungsi supervisi di atas benar-benar dikuasai dan dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh setiap pemimpin pendidikan termasuk kepala sekolah terhadap para anggotanya, maka kelancaran jalannya sekolah atau lembaga dalam pencapaian tujuan pendidikan akan lebih terjamin.
E. Jenis Supervisi
            Dalam uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa supervisi mengandung pengertian yang luas. Setiap kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan di sekolah ataupun di kantor-kantor metnerlukan adanya supervisi agar pekerjaan itu dapat berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berdasarkan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan oleh guru-guru maupun para karyawan pendidikan, penulis berpendapat bahwa supervisi di dalam dunia pendidikan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu Supervisi umum dan supervisi pengajaran. Di samping kedua jenis supervisi tersebut kita mengenal pula istilah supervisi klinis, pengawasan melekat, dan pengawasan fungsional. Untuk memperjelas pengertian dan perbedaan jenis-jenis supervisi tersebut marilah kita ikuti uraian berikut:

a. Supervisi umum dan supervisi pengajaran
            Yang dimaksud dengan supervisi umum di sini adalah supervisi yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan atau pekerjaan yang secara tidak langsung berhubungan dengan usaha perbaikan pengajaran seperti super­visi terhadap kegiatan pengelolaan bangunan dan perlengkapan sekolah atau kantor-kantor pendidikan, supervisi terhadap kegiatan pengelolaan administrasi kantor, supervisi pengelolaan keuangan sekolah atau kan­tor pendidikan, dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan supervisi pengajaran ialah kegiatan­kegiatan kepengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi-kon­disi - baik personel maupun material yang memungkinkan tercipta­nya situasi belajar-mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan peri­didikan. Dengan demikian, apa yang telah dikemu.kakan di dalam uraian terdahulu tentang pengertian supervtsi beserta deBnisi-definisinya dapat digolongkan ke dalam supervisi pengajaran.
b. Supervisi Klinis
            Supervisi klinis termasuk bagian dari supervisi pengajaran. Dikatakan supervisi Minis karena prosedur pelaksanaannya lebih ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi di dalam proses belajar­mengajar, dan kemudian secara langsung pula diusahakan bagaimana cara memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut. Ibarat seorang dokter yang akan mengobati pasiennya, mula-mula dicari dulu sebab-sebab dan jenis penyakitnya dengan jalan menanyakan kepada pasien, apa yang dirasakannya, di bagian mana dan bagaimana terasanya, dan sebagainya. Setelah diketahui dengan jelas apa penyakitnya, kemudian sang dokter memberikan saran atau pendapat bagaimana sebaiknya agar penyakit itu tidak semakin parah, dan pada waktu itu juga dokter mencoba mem­berikan resep obatnya. Tentu saja prosedur supervisi klinis tidak presis sama dengan prosedur pengobatan yang dilakukan oleh dokter.
     Di dalam supervisi klinis cara "memberikan obatnya" dilakukan setelah supervisor mengadakan pengamatan secara langsurlg terhadap cara guru mengajar, dengan mengadakan "diskusi balikan" antara supervisor dan guru yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan "diskusi balikan" di sini ialah diskusi yang dilakukan segera setelah guru selesai mengajar, dan bertujuan untuk memperoleh balikan tentang kebaiknn maupun ke­lemahan yang terdapat selama guru mengajar serta bagaimana usaha un­tuk memperbaikinya. Untuk lebih jelasnya marilah kita bicarakan dahulu apa yang dimaksud dengan supervisi klinis itu.
Richard Waller memberikan definisi tentang supervisi klinis sebagai berikut:
"Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pods perbaikan pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap perenca­nasn, pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi yang rasional." (Clinical supervision may be defined as supervision focused upon the improvement of instruction by means of sistematic cycles of planning, observation and intensive intelelctual analysis of actual teaching performances in the interest of rational modification.)
Keith .Acheson clan Meredith D. Gall, mengemukakan bahwa:
       "supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil ketidak­sesuaian (kesenjangan) antara tingkah laku mengajar yang nyata de­ngan tingkah laku mengajar yang ideal".
            Secara teknik mereka katakan bahwa supervisi Minis adalah suatu model supervisi yang terdiri atas tiga fase, yaitu (1) pertemuan perencanaan, (2) observasi kelas, dan (3) pertemuan balik.
Dari kedua definisi tersebut di atas, John J. Bolla menyimpulkan: "Suvervisi Klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertu,juan un­tuk membantu pengembangan profesional gura/calon guru, khusus­nya dalam penampilan mengajar, berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar tersebut."








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
     Supervisi adalah se­gala bantuan dari para pemimpin sekolah, yang tertuju kepada perkem­bangan kepemimpinan guru-guru dan personel sekolah lainnya di dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan. la berupa dorongan, bimbingan, dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru, seperti bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan da­lam pendidikan dan pengajaran, pemilihan alat-alat pelajaran dan metode­-metode mengajar yang lebih baik, cara-cara penilaian yang sistematis terhadap fase seluruh proses pengajaran, dan sebagainya.
            Tujuan supervisi adalah perbaikan dan perkembangan proses belajar­mengajar secara total; ini berarti bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi juga membina per­tumbuhan profesi guru dalam arti luas termasuk di dalamnya peng­adaan fasilitas yang menunjang kelancaran proses belajar-mengajar, peningkatan mutu pengetahuan dan keterampilan guru-guru, pem­berian bimbingan dan pembinaan dalam hal implementasi.kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar., alat-alat pelajaran, pro­sedur dan teknik evaluasi pengajaran, dan sebagainya.
            Burton dan Brueckners mengemukakan adanya lima tipe supervisi, yaitu inspeksi, laissez-faire, coercive, training and guidance, dan democratic leadership.
Untuk menyelenggarakan dan pelaksanaan kerja sama seperti dimaksud­kan di atas, diperlukan dasar-dasar yang meliputi keinsafan, kesadaran, dan semangat. Dengan kata lain, untuk memajukan suatu karya bersama secara keseluruhan diperlukan adanya kesediaan untuk memikul tanggung jawab tanpa memikirkan atau mengutamakan kepentingan-kepentingan pribadi, melainkan justru untuk tercapainya tujuan-tujuan bersama.
            Demikian makalah yang kami susun, semoga setelah tersusun dan didiskusikannya makalah ini semakin menambah wawasan intelektual epistimologi akademis kita. Tidak lepas dari sebuah kesalahan yang kami buat dalam pembuatan makalah ini baik secara bahasa dan tulisan kami memohon maaf yang sebesar-besarnya. Terimakasih.
Wabillahittaufiq Walhidayah

DAFTAR PUSTAKA
Sudiono Drs, M.Si. 2004. Manajemen Pendidikan Tinggi. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Nanang Fattah Dr. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Purwanto Ngalim, Mp. 1987. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Piet A. Suhertian, Ida Aleida Sahertian. 1990. Supervisi Pendidikan dalam rangka Program Inservice Education. Jakarta: Rineka Cipta



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar