SUPERVISI PENDIDIKAN
Oleh: Wawan Hermawan Al-Ghifary
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian supervisi
Dalam Bab I pasal 6 telah dikatakan bahwa supervisi adalah aktivitas menentukan kondisi-kondisi syarat-syarat yang esensial, yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.
Jadi super isi mempunyai pengertian yang luas. Supervisi adalah segala bantuan dari para pemimpin sekolah, yang tertuju kepada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan personel sekolah lainnya di dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan. la berupa dorongan, bimbingan, dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru, seperti bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran, pemilihan alat-alat pelajaran dan metode-metode mengajar yang lebih baik, cara-cara penilaian yang sistematis terhadap fase seluruh proses pengajaran, dan sebagainya.
Dengan kata lain:
Supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
Fungsi pengawasan atau supervisi dalam pendidikan bukan hanya sekadar kontrol melihat apakah segala kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah digariskan, tetapi lebih dari itu. Supervisi dalam pendidikan mengandung pengertian yang luas. Kegiatan supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat personel maupun material yang diperlukan untuk terciptanya situasi belajar-mengajar yang efektif, dan usaha memenuhi syarat-syarat itu.
Seperti dikatakan oleh Nealey dan Evans dalam bukunya, "Handbook for Effective Supervision of Instruction", seperti berikut: ". . . the term 'supervision' is used to describe those activities which are primarily and directly concerned with studying and improving the conditions which surround the learning and growth of pupils and teachers. "
Dalam dunia pendidikan di Indonesia, perkataan supervisi belum begitu populer. Sejak zaman penjajahan Belanda hingga sekarang orang lebih mengenal kata "inspeksi" daripada supervisi. Pengertian "inspeksi" sebagai warisan pendidikan Belanda dulu, cenderung kepada pengawasan yang bersifat otokratis, yang berarti "mencari kesalahan-kesalahan guru dan kemudian menghukumnya". Sedangkan supervisi mengandung pengertian yang lebih demokratis. Dalam pelaksanaannya, supervisi bukan hanya mengawasi apakah para guru/pegawai menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan instruksi atau ketentuan-ketentuan yang telah digariskan, tetapi juga berusaha bersama guru-guru, bagaimana cara-cara memperbaiki proses belajar-mengajar. Jadi, dalam kegiatan supervisi, guru-guru tidak dianggap sebagai pelaksana pasif, melainkan diperlakukan sebagai partner bekerja yang memiliki ide-ide, pendapat-pendapat, dan pengalaman-pengalaman yang perlu didengar dan dihargai serta diikutsertakan di dalam usaha-usaha perbaikan pendidikan. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Burton dalam bukunya, "Supervision a Social Process", sebagai berikut: "Supervision is an expert technical service primarily aimed at studying and improving co-operatively all factors which affect child growth and development".
Sesuai dengan rumusan Burton tersebut, maka:
1) Supervisi yang baik mengarahkan perhatiannya kepada dasar-dasar pendidikan dan cara-cara belajar serta perkembangannya dalam pencapaian tujuan umum pendidikan.
2) Tujuan supervisi adalah perbaikan dan perkembangan proses belajarmengajar secara total; ini berarti bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi juga membina pertumbuhan profesi guru dalam arti luas termasuk di dalamnya pengadaan fasilitas yang menunjang kelancaran proses belajar-mengajar, peningkatan mutu pengetahuan dan keterampilan guru-guru, pemberian bimbingan dan pembinaan dalam hal implementasi.kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar., alat-alat pelajaran, prosedur dan teknik evaluasi pengajaran, dan sebagainya.
3) Fokusnya pada setting for learning, bukan pada seseorang atau sekelompok orang. Semua orang, seperti guru-guru, kepala sekolah, d an pegawai sekolah lainnya, adalah teman sekerja (coworkers) yang sama-sama bertujuan mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kegiatan belajar-mengajar yang baik.
Sesuai dengan rumusan di atas, maka kegiatan atau usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam rangka pelaksanaan supervisi dapat disimpulkan sebagai berikut:
a) Membangkitkan dan merangsang semangat guru-guru dan pegawai sekolah lainrtya dalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya.
b) Berusaha mengadakan dan melengkapi alat-alat perlengkapan termasuk macam-macam media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran jalannya proses belajar-mengajar yang baik.
c) Bersama guru-guru, berusaha mengembangkan, mencari dan menggunakan metode-metode baru dalam proses belajar-mengajar yang lebih baik.
d) Membina kerja sama yang baik dan harmonis antara guru, murid, dan pegawai sekolah lainnya.
e) Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan pegawai sekolah, antara lain dengan mengadakan workshop, seminar, inservice-training, atau up-grading.
Perlu ditambahkan di sini bahwa menurut struktur organisasi Dep. P & K yang berlaku sekarang ini, yang termasuk kategori supervisor dalam pendidikan adalah kepala sekolah, penilik sekolah, dan para pengawas di tingkat kabupatenlkotamadya, serta staf kantor bidang yang ada di tiap provinsi.
Menurut Keputusan Menteri P dan K RI No.0134/0/ 1977, tugas pengawas dalam pendidikan dirinci sebagai berikut:
1) Mengendalikan pelaksanaan kurikulum meliputi isi, metode penyajian, penggunaan alat perlengkapan dan penilaiannya agar berlangsung sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Pengendalian tenaga teknis sekolah agar terpenuhi persyaratan formal yang berlaku dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Mengendalikan pengadaan, penggunaan dan pemeliharaan sarana sekolah sesuai dcngan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menjaga agar kualitas dan kuantitas sarana sekolah memenuhi ketentuan dan persyaratan yang berlaku.
4) Mengendalikan tata usaha sekolah meliputi urusan kepegawaian, urusan keuangan dan urusan perkantoran agar berjalan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5) Mengendalikan hubungan kerja sama dengan masyarakat, antara lain dengan pemerintah daerah, dunia usaha, dan lain-lain.
6) Menilai proses dan hasil pelaksanaan kurikulum berdasarkan ketetapan dan waktu.
7) Menilai pelaksanaan kerja tenaga teknis sekolah.
8) Menilai pemanfaatan sarana sekolah.
9) Menilai efisiensi dan keefektifan tata usaha sekolah.
10) Menilai hubungan kerja sama dengan masyarakat, antara lain pemerintah daerah, dunia usaha, dan lain-lain.
11) Melaksanakan program supervisi sekolah serta memberikan petunjuk perbaikan terhadap penyimpangan dalam pengelolaan sekolah yang meliputi segi:
a) Proses dan hasil pelaksanaan kurikulum yang dicapai pada periode tertentu;
b) Kegiatan sekolah di bidang pengelolaan gedung dan bangunan, halaman, perabot dan alat-alat kantor dan sarana pendidikan lainnya;
c) Pengembangan personel sekolah termasuk kepala sekolah, guru, tenaga tata usaha yang mencakup segi disiplin, sikap dan tingkah laku, pembinaan karier, peningkatan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan tuntutan profesi masing-masing;
d) Tata usaha sekolah termasuk urusan keuangan, urusan sarana, dan urusan kepegawaian;
e) hubungan sekolah dengan Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan dan masyarakat umumnya.
B. Tipe-tipe Kepengawasan
Sehubungan dengan arti supervisi seperti diuraikan di atas, jelaslah bahwa fungsi pokok pemimpin sekolah sebagai supervisor terutama ialah membantu guru-guru dalam mengembangkan potensi-potensi mereka sebaikbaiknya. Untuk mengembangkan potensi/daya kesanggupan dan kecakapan itu, kepala sekolah selaku supervisor perlu memperhatikan faktorfaktor penghambat yang telah diuraikan di atas.
Akan tetapi, dalam hubungan ini perlu pula diperhatikan bahwa pengertian tentang ftmgsi supervisor tidak dapat dilepaskan dari tipe-tipe kepemimpinan/kepengawasan mana yang dianutnya.
Burton dan Brueckners mengemukakan adanya lima tipe supervisi, yaitu inspeksi, laissez-faire, coercive, training and guidance, dan democratic leadership. Secara singkat kelima tipe tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Supervisi sebagai inspeksi
Dalam administrasi dan kepemimpinan yang otokratis, supervisi berarti inspeksi. Dalam bentuk inspeksi ini, supervisi semata-mata merupakan kegiatan menginspeksi pekerjaan-pekerjaan guru atau bawahan. Orangorang yang bertugas/mempunyai tanggung jawab tentang pekerjaan itu disebut inspektur. Istilah ini masih berlaku resmi dan umum di negara kita meskipun sebenarnya tugas dan pelaksanaan sudah banyak mengalami perubahan.
lnspeksi bukanlah suatu pengawasan yang berusaha menolong guru untuk mengembangkan dan memperbaiki cara dan daya kerja sebagai pendidik dan pengajar. Inspeksi dijalankan terutama dimaksud untuk menelitii mengawasi apakah guru atau bawahan menjalankan apa-apa yang sudah diinstruksikan dan ditentukan oleh atasan atau tidak, sampai di mana guru-guru.atau bawahan menjalankan tugas-tugas yang telah diberikan/ditentukan atasannya. Jadi, inspeksi berarti kegiatan-kegiatan mencari kesalahan.
Untuk menentukan baik buruknya guru-guru/bawahan dilihat semata-mata dari-sampai di mana ketaatan dan kebaikannya menjalankan tugas-tugas atasan tersebut. Guru-guru/bawahan tidak pernah di:ninta pendapat, diajak merundingkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugasnya. Musyawarah dan mufakat tidak berlaku dalam hal ini. Inilah ciri-ciri kepengawasan yang khas yang berlaku pada zaman kolonial dahulu, yang hingga kini masih juga terdapat sisa-sisanya dalam dunia pendidikan kita. Inspeksi merupakan tipe kepengawasan yang otokratis.
2) Laissez faire
Kepengawasan yang bertipe laissez faire sesungguhnya merupakan kepengawasan yang sama sekali tidak konstruktif. Kepengawasan laissezfaire membiarkan guru-guru bawahan bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk dan bimbingan. Guru-guru boleh menjalankan tugasnya menurut apa yang mereka sukai, boleh mengajar apa yang mereka ingini dan dengan cara yang mereka hendaki masing-masing.
Sama halnya dengan laissez faire pada sistem ekonomi, tipe laissez faire pada supervisi adalah berdasarkan pandangan demokrasi.yang salah. Kita mengetahui bahwa hal yang demikian bukanlah demokrasi, melainkan justr,i suatu kepengawasan yang Iemah dan tanpa tanggung jawab. Seorang kepala sekolah yang termasuk tipe ini sama sekali tidak membvrikan bantuan, pengawasan, dan koreksi terhadap pekerjaan guruguru/anggota yang dipimpinnya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada mereka masing-masing, tanpa petunjuk atau saran-saran, tanpa adanya koordinasi.
Tidak mengherankan jika dalam kepengawasan laissezfaire ini mudah sekali timbul kesimpangsiuran dalam kekuasaan dan tanggung jawab di antara guru-guru dan pegawai-pegawai lainnya, mudah timbul perselisihan dan kesalahpahaman di antara mereka. Segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan bimbingan pemimpin. Para anggota tidak memiliki pengertian yang tegas tentang batas-batas kekuasaan dan tanggung jawab mereka masing-masing. Dengan demikian, sukar diharapkan adanya kerja sama yang harmonis yang sama-sama diarahkan ke satu tujuan.
3) Coercive supervision
Hampir sama dengan kepengawasan yang bersifat inspeksi, tipe kepengawasan ini bersifat otoriter. Di dalam tindakan kepengawasannya si pengawas bersifat memaksakan segala sesuatu yang dianggapnya benar dan baik menurut pendapatnya sendiri. Dalam hal ini pendapat dan inisiatif guru tidak dihiraukan atau tidak dipertimbangkan. Yang penting, guru harus tunduk dan menuruti petunjuk-petunjuk yang dianggap baik oleh supervisor itu sendiri. Mungkin dalam hal-hal tertentu kepengawasan tipe coervice ini berguna dan sesuai; misalnya bagi guru yang mulai belajar dan mengajar. Akan tetapi, untuk perkembangan pendidikan pada umumnya tipe coercive ini banyak kelemahannya. Tidak semua kepala sekolah atau supervisi cara-cara mengajar yang baik untuk seluruh mata pelajaran.
4) Supervisi sebagai latihan bimbingan
Dibandingkan dengan tipe-tipe supervisi yang telah dibicarakan terdahulu, tipe ini lebih baik. Tipe supervisi ini berlandaskan suatu pandangan bahwa pendidikan itu merupakan proses pertumbuhan bimbingan. Juga berdasai'kan pandangan bahwa orang-orang yang diangkat sebagai guru pada umumnya telah mendapat pendidikan pre-service di sekolah guru. Oleh karena itu, supervisi yang dilakukan selanjutnya ialah untuk melatih (to train) dan memberi bimbingan (to guide) kepada guru-guru tersebut dalam tugas pekerjaannya seliagai guru.
Tipe ini baik, terutama bagi guru-guru yang baru mulai mengajar setelah keluar dari sekolah guru. Kelemahannya ialah: mungkin pengawasan, petunjuk-petunjuk, atauptut nasihat-nasihat yang diberikan dalam rangka training dan bimbingan itu bersifat kolot, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan pendidikan dan tuntutan zaman sehingga dapat terjadi kontradiksi antara pengetahuan yang telah diperoleh guru dari sekolah guru dengan pendapat supervisor itu sendici. Kontradiksi ini dapat pula terjadi karena sebaliknya, pendapat supervisi itu lebih maju sedangkan pengetahuan yang diperoleh guru dari sekolah guru masih bersifat konservatif.
5) Kepengawasan yang demokrasi
Dalam kepemimpinan yang demokratis, kepengawasan atau supervisi bersifat demokratis pula. Supervisi merupakan kepemimpinan pendidikan secara kooperatif. Dalam tingkat ini, supervisi bukan lagi suatu pekerjaan yang dipegang oleh seorang petugas, melainkan merupakan pekerjaan-pekerjaan bersama yang dikoordinasikan. Tanggung jawab tidak dipegang sendiri oleh supervisor, melainkan dibagi-bagikan kepada para anggota sesuai dengan tingkat, keahlian, darr kecakapannya masing-masing.
Masalah penting yang perlu mendapat perhatian bagi para pengawas clan kepata sekolah selaku supervisor ialah menemukan cara-cara bekerja secara kooperatif yang efektif. Kemajuan dalam situasi belajar muridmurid tidak dapat dicapai dengan memusatkan perhatian kepada teknikteknik mengajar semata-mata. Mengajar adalah hasil dari keseluruhan pengalaman yang diperoleh guru. Untuk memajukan pengajaran, supervisor harus mau memajukan kepemimpinan yang mengembangkan program sekolah, clan memperkaya lingkungan bagi semua guru, mengusahakan kondisi-kondisi yang memungkinkan orang-orang dapat bermufakat tentang tujuan-tujuan pendidikan dan cara-cara pelaksanaannya, dan memperoleh sumber-sumber yang memungkinkan pertumbuliin individual maupun kelompok dalam pandangan dan kecakapan-kecakapan mereka. Di samping itu, diusahakan pula adanya iklim dan suasana sehingga orangorang merasa diakui dan dihargai sebagai anggota kelompok yang sama penting.
Bagi usaha-usaha clan tujuan-tujuan itu, maka kerja sama yang sesuai dan esensial ialah yang dapat memajukan/mengembangkan:
a) Pengertian yang mendalam pada individu clan kelompok tentang tujuan-tujuan pendidikan, serta pengabdiannya terhadap tujuan-tujuan itu.
b) Kesediaan clan kerelaan untuk menerima tanggung jawab pribadi clan kelompok bagi tercapainya tujuan-tujuan bersama.
c) Kecakapan untuk memberi sumbangan-sumbangan secara efektif dan kreatif bagi terpecahkannya masalah-masalah yang bertalian dengan pencapaian tujuan-tujuan.
d) Koordinasi untuk kepentingan usaha bersama secara keseluruhan. Bentuk-bentuk kegiatan kerja sama yang sesuai dengan maksud-maksud tersebut sangatlah banyak. Akan tetapi, yang pokok dan sangat petiting bagi fungsi kepengawasan ialah:
a. Kerja sama dalam merencanakan pekerjaan-pekerjaan, terutama dalam merumuskan tujuan-tujuan clan menentukan prosedur-prosedur pelaksanaannya.
b. Kerja sama dalam membagi sumber-sumber tenaga dan tanggung jawab-tanggung jawab dalam-berbagai aspek pekerjaan.
c. Kerja sama dalam pelaksanaan tugas-tugas penting bagi tercapainya tujuan-tujuan.
d. Kerja sama datam menilai pelaksanaan prosedur serta penilaian terhadap hasil-hasil pekerjaan.
C. Kepengawasan dan Semangat
Untuk menyelenggarakan dan pelaksanaan kerja sama seperti dimaksudkan di atas, diperlukan dasar-dasar yang meliputi keinsafan, kesadaran, dan semangat. Dengan kata lain, untuk memajukan suatu karya bersama secara keseluruhan diperlukan adanya kesediaan untuk memikul tanggung jawab tanpa memikirkan atau mengutamakan kepentingan-kepentingan pribadi, melainkan justru untuk tercapainya tujuan-tujuan bersama.
Jika telah diakdi kebenaran bahwa orang-orang dapat memberi sumbangan yang lebih bila mereka diikutSertakan dalam membangun tujuantujuan, merencanakan prosedur-prosedur, clan menilai hasil-hasil, maka pemimpin atau supervisor haruslah membantu anggota-anggotanya menciptakan situasi-situasi di mana mereka dapat ikut serta dalam kegiatan-kegiatan kerja sama itu; jangan mengasingkan orang-seorang.
Dan bila telah diterima bahwa kerja sama yang efektif tidak dapat diperoleh dengan cara paksaan, melainkan.dengan cara yang lebih bersifat membina, mendorong, dan memberi semangat, maka pemimpin harus mengarahkan usaha-usahanya kepada terciptanya semangat kelompok yang akan mendorong mereka untuk bekerja secara produktif. Semangat ialah sesuatu yang membuat orang-orang mengabdi kepada tugas pekerjaannya, di mana kepuasan bekerja clan hubungan-hubungan kekeluargaan yang menyenangkan menjadi bagian daripadanya. Semangat ialah reaksi emosional clan mental dari seseorang terhadap pekerjaannya. Semangat mempengaruhi kuantitas clan kualitas peker:jaan seseorang. Dilihat dari sudut administrasi pendidikan, semangat ialah suatu disposisi pada orang-orang di dalam suatu usaha bersama untuk bertindak, bertingkah laku, clan berbuat dengan cara-cara yang produktif, bagi maksud-maksud dan tujuan-tujuan organisasi atau usaha pendidikan. Jika disposisi itu kuat, maka semangat itu tinggi, la tampak sebagai kesediaan untuk menempatkan pert imbangan-pertimbangan tentang diri sendiri di bawah kepentingan bersama, untuk bekerja selaku seorang anggota da(am suatu kesatuan, untuk tercapainya tujuan-tujuan umum, dan se bagai kecenderungan untuk mendapat kepuasan dari kemajuankemajuan yang diperoleh organisasi.
Rasa kekeluargaan, loyalitas, antusiasme, sifat dapat dipercaya, dan kesanggupan bekerja sama, menjadi ciri-ciri semangat yang tinggi. , Bila disposisi lemah, maka semangat dikatakan rendah Semangat rendah tampak sebagai tingkah laku clan perbuatan-perbuatan yang merusak atau tidak membantu terhadap tujuan-tujuan umum. la tampak sebagai ketidakrnampuan untuk mendapat kemajuan-kemajuan, dan sebagai kecenderungan untuk kepentingan-kepentingan pribadi. Percekcokan yang terus-menerus, perpecahan, kurang kesanggupan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan dan frekuensi absen yang tinggi, semua itu adalah ciri-ciri semangat yang rendah.
Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi semangat dan perlu mendapat perhatian dari para pemimpin pendidikan ialah:
o Adanya tingkat kehidupan yang layak.
o Adanya perasaan terlindung, ketenteraman da4am bekerja. - Adanya kondisi-kondisi beker)a yang menyenangkan.
o Suasana dan rasa kekeluargaan.
o Perlakuan yang adil dari atasannya.
o Pengakuan dan penghargaan terhadap sumbangan-sumbangan dan jasa-jasa yang diperbuatnya.
o Terdapat perasaan berhasil clan kesadaran untuk ingin berkembang. - Kesempatan berpartisipasi clan diikutsertakan dalam menentukan kebijakan (policy).
o Kesempatan untuk tetap memiliki rasa harga diri.
D. Fungsi-fungsi Supervisi
Fungsi-fungsi supervisi pendidikan yang sangat penting diketahui oleh para pimpinan pendidikan termasuk kepala sekolah, adalah sebagai berikut:
I) Dalam bidang kepemimpinan
a) Menyusun rencana dan policy bersama.
b) Mengikutsertakan anggota-anggota kelompok (guru-guru, pegawai) dalam berbagai kegiatan.
c) Memberikan bantuan kepada anggota kelompok dalam menghadapi dan memecahkan persoalan-persoalan.
d) Membangkitkan dan memupuk semangat kelompok, atau memupuk moral yang tinggi kepada anggota kelompok.
e) Mengikutsertakan semua anggota dalam menetapkan putusanputusan.
f) Membagi-bagi dan mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada anggota kelompok, sesuai dengan fungsi-fungsi dan kecakapan masing-masing.
Mempertinggi daya kreatif pada anggota kelompok. Menghilangkan rasa malu dan rasa rendah diri pada anggota kelompok sehingga mereka berani mengemukakan pendapat demi kepentingan bersama.
2) Dalam hubungan kemanusiaan
a) Memanfaatkan kekeliaruan ataupun kesalahan-kesalahan yang dialaminya untuk dijadikan pelajaran demi perbaikan selanjutnya, bagi diri sendiri maupun bagi anggota kelompoknya.
b) Membantu mengatasi kekurangan ataupun kesulitan yang dihadapi anggota kelompok, seperti dalam hal kemalasan, merasa rendah diri, acuh tak acuh, pesimistis, dsb.
c) Mengarahkan anggota kelompok kepada sikap-sikap yang demokratis.
d) Memupuk rasa saling menghormati di antara sesama anggota kelompok dan sesama manusia.
e) Menghilangkan rasa curiga-mencurigai antara anggota kelompok.
3) Dalam pembinaan proses kelompok
a) Mengenal masing-masing pribadi anggota kelompok, baik kelemahan maupun kemampuan masing-masing.
b) Menimbulkan dan memelihara sikap percaya-mempercayai antara sesama anggota maupun antara anggota dan pimpinan.
c) Memupuk sikap dan kesediaan tolong-menolong.
d) Memperbesar rasa tanggung jawab para anggota keloinpok.
e) Bertindak bijaksana dalam menyelesaikan pertentangan atau perselisihan pendapat di antara anggota kelompok.
f) Menguasai teknik-teknik memimpin rapat dan pertemuan-pertemuan lainnya.
4) Dalam bidang administrasi personel
a) Memilih personel yang memiliki syarat-syarat dan kecakapan yang diperlukan untuk suatu pekerjaan.
b) Menempatkan personel pada tempat dan tugas yang sesuai dengan kecakapan dan kemampuan masing-masing.
c) Megusahakan susunan kerja yang menyenangkan dan meningkatkan daya kerja serta hasil maksimal.
5) Dalam bidang evaluasi
a) Menguasai dan memahami tujuan-tujuan pendidikan secara khusus dan terinci.
b) Menguasai dan memiliki norma-norma atau ukuran-ukuran yang akan digunakan sebagai kriteria penilaian.
c) Menguasai teknik-teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang lengkap, benar, dan dapat diolah menurut norma yang ada.
d) Menafsirkan dan menyimpulkan hasil-hasil penilaian sehingga mendapat gambaran tentang kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan.
Jika fungsi-fungsi supervisi di atas benar-benar dikuasai dan dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh setiap pemimpin pendidikan termasuk kepala sekolah terhadap para anggotanya, maka kelancaran jalannya sekolah atau lembaga dalam pencapaian tujuan pendidikan akan lebih terjamin.
E. Jenis Supervisi
Dalam uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa supervisi mengandung pengertian yang luas. Setiap kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan di sekolah ataupun di kantor-kantor metnerlukan adanya supervisi agar pekerjaan itu dapat berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berdasarkan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan oleh guru-guru maupun para karyawan pendidikan, penulis berpendapat bahwa supervisi di dalam dunia pendidikan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu Supervisi umum dan supervisi pengajaran. Di samping kedua jenis supervisi tersebut kita mengenal pula istilah supervisi klinis, pengawasan melekat, dan pengawasan fungsional. Untuk memperjelas pengertian dan perbedaan jenis-jenis supervisi tersebut marilah kita ikuti uraian berikut:
a. Supervisi umum dan supervisi pengajaran
Yang dimaksud dengan supervisi umum di sini adalah supervisi yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan atau pekerjaan yang secara tidak langsung berhubungan dengan usaha perbaikan pengajaran seperti supervisi terhadap kegiatan pengelolaan bangunan dan perlengkapan sekolah atau kantor-kantor pendidikan, supervisi terhadap kegiatan pengelolaan administrasi kantor, supervisi pengelolaan keuangan sekolah atau kantor pendidikan, dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan supervisi pengajaran ialah kegiatankegiatan kepengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi-kondisi - baik personel maupun material yang memungkinkan terciptanya situasi belajar-mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan perididikan. Dengan demikian, apa yang telah dikemu.kakan di dalam uraian terdahulu tentang pengertian supervtsi beserta deBnisi-definisinya dapat digolongkan ke dalam supervisi pengajaran.
b. Supervisi Klinis
Supervisi klinis termasuk bagian dari supervisi pengajaran. Dikatakan supervisi Minis karena prosedur pelaksanaannya lebih ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi di dalam proses belajarmengajar, dan kemudian secara langsung pula diusahakan bagaimana cara memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut. Ibarat seorang dokter yang akan mengobati pasiennya, mula-mula dicari dulu sebab-sebab dan jenis penyakitnya dengan jalan menanyakan kepada pasien, apa yang dirasakannya, di bagian mana dan bagaimana terasanya, dan sebagainya. Setelah diketahui dengan jelas apa penyakitnya, kemudian sang dokter memberikan saran atau pendapat bagaimana sebaiknya agar penyakit itu tidak semakin parah, dan pada waktu itu juga dokter mencoba memberikan resep obatnya. Tentu saja prosedur supervisi klinis tidak presis sama dengan prosedur pengobatan yang dilakukan oleh dokter.
Di dalam supervisi klinis cara "memberikan obatnya" dilakukan setelah supervisor mengadakan pengamatan secara langsurlg terhadap cara guru mengajar, dengan mengadakan "diskusi balikan" antara supervisor dan guru yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan "diskusi balikan" di sini ialah diskusi yang dilakukan segera setelah guru selesai mengajar, dan bertujuan untuk memperoleh balikan tentang kebaiknn maupun kelemahan yang terdapat selama guru mengajar serta bagaimana usaha untuk memperbaikinya. Untuk lebih jelasnya marilah kita bicarakan dahulu apa yang dimaksud dengan supervisi klinis itu.
Richard Waller memberikan definisi tentang supervisi klinis sebagai berikut:
"Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pods perbaikan pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap perencanasn, pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi yang rasional." (Clinical supervision may be defined as supervision focused upon the improvement of instruction by means of sistematic cycles of planning, observation and intensive intelelctual analysis of actual teaching performances in the interest of rational modification.)
Keith .Acheson clan Meredith D. Gall, mengemukakan bahwa:
"supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil ketidaksesuaian (kesenjangan) antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal".
Secara teknik mereka katakan bahwa supervisi Minis adalah suatu model supervisi yang terdiri atas tiga fase, yaitu (1) pertemuan perencanaan, (2) observasi kelas, dan (3) pertemuan balik.
Dari kedua definisi tersebut di atas, John J. Bolla menyimpulkan: "Suvervisi Klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertu,juan untuk membantu pengembangan profesional gura/calon guru, khususnya dalam penampilan mengajar, berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar tersebut."
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Supervisi adalah segala bantuan dari para pemimpin sekolah, yang tertuju kepada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan personel sekolah lainnya di dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan. la berupa dorongan, bimbingan, dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru, seperti bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran, pemilihan alat-alat pelajaran dan metode-metode mengajar yang lebih baik, cara-cara penilaian yang sistematis terhadap fase seluruh proses pengajaran, dan sebagainya.
Tujuan supervisi adalah perbaikan dan perkembangan proses belajarmengajar secara total; ini berarti bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi juga membina pertumbuhan profesi guru dalam arti luas termasuk di dalamnya pengadaan fasilitas yang menunjang kelancaran proses belajar-mengajar, peningkatan mutu pengetahuan dan keterampilan guru-guru, pemberian bimbingan dan pembinaan dalam hal implementasi.kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar., alat-alat pelajaran, prosedur dan teknik evaluasi pengajaran, dan sebagainya.
Burton dan Brueckners mengemukakan adanya lima tipe supervisi, yaitu inspeksi, laissez-faire, coercive, training and guidance, dan democratic leadership.
Untuk menyelenggarakan dan pelaksanaan kerja sama seperti dimaksudkan di atas, diperlukan dasar-dasar yang meliputi keinsafan, kesadaran, dan semangat. Dengan kata lain, untuk memajukan suatu karya bersama secara keseluruhan diperlukan adanya kesediaan untuk memikul tanggung jawab tanpa memikirkan atau mengutamakan kepentingan-kepentingan pribadi, melainkan justru untuk tercapainya tujuan-tujuan bersama.
Demikian makalah yang kami susun, semoga setelah tersusun dan didiskusikannya makalah ini semakin menambah wawasan intelektual epistimologi akademis kita. Tidak lepas dari sebuah kesalahan yang kami buat dalam pembuatan makalah ini baik secara bahasa dan tulisan kami memohon maaf yang sebesar-besarnya. Terimakasih.
Wabillahittaufiq Walhidayah
DAFTAR PUSTAKA
Sudiono Drs, M.Si. 2004. Manajemen Pendidikan Tinggi. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Nanang Fattah Dr. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Purwanto Ngalim, Mp. 1987. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Piet A. Suhertian, Ida Aleida Sahertian. 1990. Supervisi Pendidikan dalam rangka Program Inservice Education. Jakarta: Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar