F
I L S A F A T I L M U
Prof.
Dr. H Cecep Sumarna, M.Ag
RESENSI BUKU
Diajukan
untuk memenuhi Tugas Terstruktur
Mata
Kuliah: Filsafat Pendidikan Islam
Dosen
Pengampu: Prof. Dr. H. Jamali, M.Ag
Oleh:
WAWAN HERMAWAN
NIM. 14156310022
Program
Studi: Pendidikan Agama Islam (PAI-B)
Semester
II
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2016
DATA BUKU
Judul Buku : Filsafat Ilmu
Penulis
: Dr. Cecep Sumarna
Penerbit
: CV. Mulia Press,
Bandung
Tahun Terbit : 2008
Tebal Buku : 271 halaman
RIWAYAT SINGKAT PENGARANG
Dr. Cecep Sumarna
Doktor di bidang Filsafat Ilmu dan
Filsafat Pendidikan Islam ini, lahir di Cikuya Tasikmalaya, pada Oktober 1971.
Kampung ini berjarak tiga kilometer dari Kantor Kecamatan Cikatomas dan 39
kilometer dari Kantor Kabupaten Tasikmalaya.
Tumbuh dari kultur santri kampung
yang telah banyak melahirkan intelektual. Ibunya bernama Siti Mardiyah dan
ayahnya bernama Muslih Suryana. Tokoh Masyumi yang hidupnya dihabiskan untuk
mengelola Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah yang ia dirikan bersama
saudara tuanya. Uang hasil gajinya banyak dihabiskan untuk mengelola madrasah
ketimbang nabung untuk naik haji.
Sejak pendidikan dasar sampai
perguruan tinggi, penulis belajar di lingkungan agama. Selesai dari Madrasah
Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah, penulis melanjutkan ke Pendidikan Guru
Agama Negeri di Ciamis. Tahun 1991, Kuliah Fakultas Tarbiyah IAIN ”SGD” di
Cirebon lulus tahun 1995. Atas usaha gurunya, Drs. H. Yusuf Saefullah M., M.Ag,
sempat beberapa bulan mengabdi di almamaternya sebagai seorang asisten.
Beberapa bulan kemudian, memperoleh beasiswa dari Ditbinperta Islam Departemen
Agama RI untuk mengikuti Post Graduate Program di IAIN Ar-Raniry Banda
Aceh pada konsentrasi Islamic studies dan lulus pada tahun 1998. Tesis
dengan judul : Orientasi Gerakan Cendekiawan Muslim Indonesia : Studi
analisis terhadap peran anggota ICMI dalam birokrasi menghantarkannya
menjadi seorang Magister. Menyelesaikan program Doktor di UIN Sunan Gunung
Djati Bandung, lulus pada bulan April 2007 dengan predikat cumlaude.
Penulis juga Santri Pondok Pesantren
Miftahul Jannah sejak kelas empat SD sampai kelas tiga SLTP dan santri
al Hasan Ciamis, 1988 sampai tahun 1991. Penulis tercatat sebagai peserta
program Jurnalistik di LPBKI Kota Cirebon pada tahun 1993-199. Melalui
pendidikan ini, sempat menjadi penulis lepas di Pikiran Rakyat Edisi Cirebon
dan reforter bidang politik dan sosial keagamaan di Cibes FM Kabupaten
Cirebon, sebuah Radio yang didirikan bersama rekan-rekan sesama peserta
program. Selain itu, sempat tercatat sebagai peserta Kursus Akting
Film program dua tahun di lembaga yang sama. Di program ini sempat belajar
satu semester. Tetapi karena kondisi ekonomi tidak memungkinkan, program ini
tidak dapat diselesaikan dan kembali konsen ke kampus utama.
Di tahun 1998, bersama rekan-rekan
satu kantor, penulis tercatat sebagai salah seorang peserta program workshop
for lecturers di Sawangan Bogor dengan funding The Asian Foundation
atas usaha teman-teman di International Centre for Civic Eduacation
(ICCE) UIN Jakarta. Melalui kursus ini dengan berbagai seleksi di Jogjakarta
dan Jakarta , penulis sempat tercatat sebagai fasilitator bagi dosen
PTAIS Kopertais Jakarta, Jabar dan Banten dalam mata kuliah Civic Education.
Selain aktif
dalam dunia akademik, penulis adalah aktivis organisasi massa dan LSM. Di
kampus, sewaktu menjadi mahasiswa, penulis adalah aktivis Senat Mahasiswa,
selain aktif sebagai pengurus HMI Cabang Cirebon, pengurus dan pendiri FSS 55
Cirebon, pengurus Wira Karya Indonesia DPD Kota Cirebon, Wakil Direktur LPSM
Nurjati , KAHMI kota Cirebon dan anggota KAHMI Jawa Barat, Kahmi Nasional dan
Dewan Fakar ICMI Jawa Barat.
Bersama rekan sekantor dan mahasiswa dari berbagai
elemen Kampus wilayah III Cirebon, di tahun 2003, penulis mendirikan lembaga
kajian strategis,yakni : Center for Philosophy and
Social Problem Studies dan menempatkan dirinya
sebagai Direkturnya. Peneliti juga mendirikan Training and Reseach Institut (2005)
dan pendiri center for Education and Publict Studies (2005). Pernah
menjadi editor ahli dalam Jurnal al Tarbiyah (2002-2006) setelah sebelumnya
menjadi Redaktur Pelaksana (2000-2002) Jurnal Penelitian Holistik yang
didirikan bersama Prof.Dr.Muhaimin, MA.
Penulis anggota senat STAIN Cirebon periode 2006-2010
setelah sebelumnya sempat menjadi Ketua Program Studi:Tadris Ilmu Pengetahuan
Sosial-Ekonomi Koperasi (2002-2006). Sebelumnya penulis juga dipercaya sebagai
Sekretaris Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat (P3M) STAIN
Cirebon (1999-2002). Diluar kampus utama, penulis diminta untuk menjadi
Pembantu Ketua III Sekolah Tinggi Farmasi Yayasan Pendidikan Imam Bonjol
Cirebon , periode 2006-2010. Di sela kesibukan kantor dan pengajar di kampus
ini, penulis tercatat sebagai dosen luar biasa di beberapa kampus wilayah
Cirebon.
KATA PENGANTAR
Buku
yang berjudul “Filsafat Ilmu” ini adalah suatu tulisan tentang filsafat yang
disebut sebagai induknya ilmu, dimana filsafat telah banyak berjasa dalam
proses kemajuan ilmu itu sendiri. Bahkan tidak sedikit diantara para tokoh atau
ilmuan jugadisebut sebagai filsuf, karena ilmunya mumpuni dan cara berpikirnya
sudah termaktub dalam kriteria berfikir filsafat.
Penulisan dalam buku ini memuat
tentang suatu prinsip yang disebut sebagai cara berpikir filsafat. Ketika kita
berfilsafat berarti kita sedang berfikir, dan tidak berarti berfikir dapat
disebut berfilsafat. Setidaknya ada beberapa ciri berpikir filsafat,
diantaranya, pertama, radikal yaitu berpikir sampai ke akarnya ; kedua,
sistemik, yaitu berpikir secara logis, bergerak selangkah demi selangkah
penuh kesadaran, berurutan dan penuh rasa tanggung jawab ; ketiga, universal
(berpikir secara menyeluruh, tidak terbatas pada bagian – bagian tertentu).
Jadi, filsafat adalah sesuatu yang
berharga dan bermanfaat dalam perkembangan umat manusia, terlebih dalam dunia
pengetahuan dan ilmu. Dalam pengembangan, pengujian atau pembuatan ilmu pun
filsafat punya wadah khusus yang tugas dan fungsinya di bidang tersebut, yaitu
filsafat ilmu.
Dihadapkan pada nilai guna dan
manfaatnya, maka di dalam buku ini diuraikan tentang pandangan terhadap filsafat
ilmu yang layak untuk terus dikaji dan dipahami setiap orang, termasuk
diantaranya para akademisi dan ilmuwan di bidangnya. Karena tidak menutup
kemungkinan dengan filsafat ilmu ini ilmu baru akan tercipta dan tercipta dari
ilmu sebelumnya.
Di samping itu, buku ini juga
mengajak kita untuk lebih mengenal tentang filsafat ilmu yang mengajarkan
kepada kita untuk terus mempertanyakan dimensi why, sehingga menuntut
kita masuk kedalam logika orang. Bukan sebaliknya, memaksa orang dalam logika
kita. Yang terpenting dalam filsafat ilmu, dengan filsafat ilmu, kita diajak
untuk menelusuri dan membuktikan sesuatu ilmu dan pengetahuan itu yang harus
betul-betul bermakna buat kita dan keberlangsungan umat manusia.
ISI BUKU
MENGAPA FILSAFAT ILMU
Sebelum membahas lebih jauh tentang
filsafat ilmu, maka penulisan dalam buku ini diawali dengan pertanyaan mengapa
filsafat ilmu ? Tentu saja dari maksud diawali dengan pertanyaan tersebut,
bahwa penulis berusaha mengajak pembacanya untuk lebih tertarik guna mengenal
dan mendalami filsafat ilmu, serta membenarkan beberapa kekeliruan pandangan
terhadap filsafat ilmu, dan menyatakan bahwa filsafat ilmu bukanlah ilmu
filsafat.
Pada bab ini diulas pula tentang
lahirnya filsafat ilmu, dimana filsafat di satu sisi dapat menjadi pembuka
lahirnya ilmu, di sisi lainnya, juga dapat menjadi pembuka lahirnya ilmu, di
sisi lainnya juga dapat berfungsi sebagai cara kerja akhir ilmuwan . ”Sombongnya”,
filsafat sering disebut sebagai induk ilmu (mother of science) dan
sekaligus menjadi pamungkas keilmuan yang dalam beberapa hal tidak dapat
diselesaikan oleh ilmu.
Kenapa demikian ? Sebab filsafat
dapat merangsang lahirnya sejumlah keinginan dari temuan filosofis melalui
berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan berbagai pencabangan ilmu.
Realitas juga menunjukkan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu pun yang
lepas dari filsafat atau serendahnya tidak tidak terkait dengan persoalan
filsafat. Bahkan untuk kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu
disiplin filsafat yang khusus mengkaji ilmu pengetahuan. Rumusan ilmu dimaksud
disebut filsafat pengetahuan, yang berkembang dalam cabang baru yang disebut
sebagai filsafat ilmu.
SEJARAH ILMU PENGETAHUAN
Pada bab ini, Dr. Cecep Sumarna,
sang penulis buku, menjelaskan tentang sejarah ilmu pengetahuan yang dimulai
dari cara berpikir manusia yang berbau mistik. Yunani Kuno memiliki peranan
penting dalam melakukan proses perubahan paradigm berpikir manusia dari sesuatu
berbau mistik ke dunia ilmu, dunia logika, dunia factual, dunia terukur.
Para filosof besar Yunani Kuno seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles,
mampu membalikkan mitos atau mistik menjadi ilmu. Yunani kuno didukung kuat dan
luasnya aspek mitos di kalangan masyarakat. Harus pula diakui, bahwa mitos
dapat menjadi perintis filsafat. Melalui mitos, manusia mampu melakukan
percobaan untuk mengerti tentang sesuatu secara filosofis-spekulatif,
Mite (kata besar
dari mitos) dapat mencari keterangan tentang asal usul alam semesta dan
kejadian yang berlangsung di dalamnya. Mite mampu memberikan
jawaban atas sejumlah pertanyaan dasar tentang asal usul alam semesta. Jawaban
yang diberikan mite atas pertanyaan dasar tentang asal usul alam semesta
ini, secara teoretik kemudian disebut dengan kosmogonis. Ketika sudah
menjadi kajian kosmogonis, tentu tidak lagi murni mistik Tetapi sedikit banyak
sudah filosofis sekaligus sedikit banyak ilmiah, dan lahirlah ilmu pengetahuan.
Di samping berbicara tentang sejarah
ilmu pengetahuan yang cakupannya di wilayah Yunani Kuno, Cecep Sumarna selaku
penulis buku ini, juga memiliki asumsi bahwa dunia Islam sebagai penyelamat
ilmu pengetahuan Yunani Kuno.
MENGENAL FILSAFAT
Pada bab ini, penulis mengajak kita untuk lebih
mengenal filsafat dengan memahami filsafat itu sendiri. Dijelaskan dalam bab
ini bahwa filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia dan philosophos,
terstruktur dari kata philos dan Sophia atau philos dan shopos.
Philos berarti cinta, dan sophia atau shopos berarti
kebijaksanaan, pengetahuan tertinggi, hikmah.
Dalam arti yang agak umum, filsafat
dapat digunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dalam pikiran
manusia tentang berbagai kesulitan yang dihadapinya, serta berusaha untuk
menemukan solusi yang tepat. Misalnya ketika kita menanyakan : “Siapa kita?
Darimana kita berasal ? Mengapa kita ada di suatu tempat ? Kemana kita akan
pergi dan berlalu ? Apa yang dimaksud dengan kebenaran dan kebathilan ? Dan
apakah yang dimaksud dengan kebaikan dan kejahatan ?
Namun demikian, dalam bab ini juga
diungkapkan bahwa filsafat dapat juga diartikan dalam arti yang khusus. Dalam arti
ini, kata filsafat biasanya bersinonim dengan sistem dari sebuah madzhab
tertentu dalam filsafat. Misalnya, filsafat dirangkaikan dengan salah
seorang filosof, seperti filsafat Aristoteles atau filsafat Plato.
Rangkaian kata filsafat dengan nama seorang filosof tertentu mengindikasikan
bahwa setiap filosof dengan aktivitas filsafat yang dilakukannya bermaksud
membangun suatu bentuk penafsiran yang lengkap dan menyeluruh terhadap segala
sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh filosof tertentu itu.
Selanjutnya, penulis menjelaskan
juga tentang ciri berpikir filsafat dengan ciri-ciri sebagai berikut : radikal,
sistemik, universal dan spekulatif. Berpikir radikal artinya berpikir
sampai ke akar persoalan. Sistemik adalah berpikir logis, yang bergerak
selangkah demi selangkah, penuh kesadaran, berurutan dan penuh rasa tanggung
jawab. Universal artinya berpikir secara menyeluruh tidak terbatas pada
bagian-bagian tertentu, tetapi mencakup keseluruhan aspek, yang konkret dan
abstrak atau yang fisik dan metafisik. Terakhir, spekulatif, karena seorang
filosof memiliki cara berpikir yang spekulatif, maka seorang filosof terus
melakukan ujicoba dan memberikan pertanyaan terhadap kebenaran yang dianutnya.
METAFISIKA
Buku yang berjudul Filsafat Ilmu ini,
menjelaskan pula tentang metafisika. Dalam filsafat ilmu, metafisika
perlu dibahas, karena memiliki nilai guna sebagai bahan studi atau pemikiran
tentang sifat tertinggi atau terdalam (ultimate nature) dari keadaan atau
kenyataan yang tampak nyata dan variatif. Melalui pengkajian dan penghayatan
terhadap metafisika, manusia akan dituntun pada jalan dan penumbuhan
moralitas hidup.
Hubungan antara metafisika
dengan filsafat ilmu dapat diibaratkan seperti hubungan dua sisi mata uang yang
sulit dipisahkan meski gampang dibedakan. Filsafat ilmu membincangkan persoalan
metafisika lebih karena hampir tidak ada ilmupun yang terlepas dari
persoalan metafisika. Bahkan dalam banyak hal, ilmu dan pengkaji ilmu
(ilmuwan) yang kering makna metafisika akan berakibat pada keringnya
makna ilmu itu sendiri. Tentu ini subjektif, tetapi kelihatannya sangat sulit
ditolak.
SUMBER ILMU PENGETAHUAN
Sumber
ilmu pengetahuan yang menjadi kajian di bab ini adalah aspek-aspek yang
mendasari lahirnya ilmu. Aspek-aspek tadi, mungkin telah memperlihatkan
perkembangan yang ada atau mungkin muncul di tengah kehidupan manusia.
Cecep Sumarna, sang penulis,
memberikan penekanan tentang pentingnya mengkaji sumber ilmu pengetahuan
didasarkan atas : 1) Adanya perbedaan pandangan di kalangan filosof dan saintis
tentang apa yang menjadi sumber ilmu ; dan 2) Perbedaan ini ternyata
berkonsekwensi pada perbedaannya paradigma yang dianut masing-masing komunitas
masyarakat dalam memandang dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan.
Dilihat dari sejarah, lahirnya
sumber ilmu pengetahuan seperti terlihat dalam corak ilmu pengetahuan Barat
kontemporer, namun sebenarnya berakar dari tradisi dialektis filosof Yunani
pada abad kelima dan keempat sebelum masehi.
Perlu diketahui pula, ada cara lain
yang juga dapat disebut sebagai sumber pengetahuan, yaitu intuisi dan wahyu.
Kelompok yang menganggap bahwa intuisi dan wahyu dapat menjadi sumber
pengetahuan adalah mereka yang masih menjunjung tinggi peranan wujud tertentu di
laut dzat atau benda fisik yang tampak dan dapat dibuktikan oleh alat indera
manusiawi.
Intuisi dapat juga dianggap dapat
menjadi sumber pengetahuan karena melalui intuisi manusia mendapati ilmu
pengetahuan secara langsung tidak melalui proses penalaran tertentu. Melalui
intuisi, menurut Cecep Sumarna, manusia secara tiba-tiba menemukan jawaban dari
permasalahan yang dihadapinya.
PENALARAN : SARANA BERPIKIR ILMIAH
Pada
bab ini, Cecep Sumarna mencoba mengenalkan kepada pembacanya tentang penalaran
yang merupakan sarana berpikir ilmiah. Seseorang telah melakukan pentalaran
dengan benar, dan karena tidak disebut telah memiliki ciri berpikir nalar,
apabila ia memperlihatkan pemikirannya yang logic dan analytic.
Logika adalah suatu kegiatan berpikir dengan menggunakan suatu pola tertentu
atau menurut logika tertentu, ketidak konsistenan dalam menggunakan alur
logika, dapat menyebabkan kekacauan penalaran. Sedangkan analitik adalah
kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada logika ilmiah dengan menggunakan
langkah-langkah tertentu dalam bingkai ilmiah tadi. Cara berpikir tertentu baru
termasuk ke dalam suatu penalaran yang benar, apabila ia menggunakan penalaran
yang logis dan analitik.
Dengan demikian, pada intinya yang
diungkapkan oleh Cecep Sumarna pada bab ini adalah bahwa sarana berpikir ilmiah
berlandaskan pada logika. Dengan kata lain, logika adalah cara penalaran dalam
menarik kesimpulan, untuk memperoleh cara berpikir yang lebih shahih.
Dalam praktisnya, serendahnya
terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui cara kerja logika. Dua cara itu
adalah : induktif dan deduktif. Logika induktif diartikan sebagai penarikan
kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat
umum dan rasional. Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari
hal-hal yang bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus
sesuai fakta di lapangan. Dalam implementasinya, kedua cara penarikan
kesimpulan ini memiliki implikasi yang amat luas, yang secara perlahan-lahan
akan terurai melalui berbagai penjelasan di bab berikut buku ini.
METODE BERPIKIR ILMIAH
Metode berpikir ilmiah adalah prosedur, cara dan teknik memperoleh pengetahuan.
Meski tidak semua pengetahuan didapatkan melalui metode atau pendekatan ilmiah,
tetapi apa yang disebut dengan ilmu, harus didapatkan melalui pendekatan dan
metode ilmiah. Kaidah filsafat ilmu, bahkan disebut bahwa suatu pengetahuan,
baru dapat disebut sebagai ilmu, apabila cara perolehannya dilakukan melalui
kerangka kerja ilmiah. Salah satu cara kerja ilmiah dimaksud disebut metode
ilmiah.
Dengan menggunakan metode berpikir
ilmiah, manusia terus menerus mengembangkan pengetahuannya. Dengan metodenya
manusia terus memperoleh kenikmatan dan kebahagiaan hidup. Perspektif ini oleh
sang penulis buku ini dikatakan hanya akan terwujud sikap ingin tahu manusia
dan itu semua dilakukan melalui metode berpikir tertentu yang disebut dengan
metode berpikir ilmiah. Manusia memiliki sifat ketergantungan yang luar biasa
terhadap pengetahuan. Sifat ingin tahu yang melekat pada diri manusia, telah
mendorong manusia untuk mengungkapkan pengetahuan, meski dengan berbagai cara
dan pendekatan yang digunakan.
Yang perlu kita ketahui dalam hal
ini, bahwa secara historis, ada empat cara manusia memperoleh pengetahuan,
yaitu : 1) Berpegang pada suatu yang telah ada (metode keteguhan);
2) Merujuk kepada pendapat ahli (metode otoritas); 3)
Berpegang pada intuisi (metode intuisi), dan ; 4) menggunakan metode
ilmiah.
ETIKA
Etika
adalah salah satu unsure penting yang terdapat dalam teori nilai. Kata teori
nilai yang terdiri dari dua suku kata, yakni teori dan nilai itu, tampaknya
merupakan terjemahan dari bahasa Yunani, logos (akal dan teori) dan aksios
(nilai atau suatu yang berharga).
Para ahli filsafat sering menyebut
teori nilai sama dengan aksiologi. Seperti diketahui bahwa aksiologi
merupakan bagian dari tiga cabang besar filsafat ilmu, yakni : ontology,
epistemology dan aksiologi. Aksiologi sering disebut sebagai ilmu
yang melakukan penyelidikan mengenai kodrat, criteria dan status metafisik dari
nilai.
Nilai disebut aksiologi,
karena cabang filsafat ini menyelidiki hakikat nilai ditinjau dari sudut
pandang kefilsafatan. Louis O. Kattsoff menyebutkan beberapa cabang
pengetahuan yang terkait dengan masalah nilai, atau setidaknya berkeperluan
terhadap nilai. Nilai dimaksud seperti ekonomi, etika, estetika, filsafat agama
dan epistemology kebenaran. Bidang –bidang ini menurut Kattsoff, mesti
dibingkai dalam kaidah nilai. Sebab betapapun tingginya capaian fisik yang
dihasilkan dari basis keilmuan di atas, ia tetap akan kehilangan nilai
substantifnya, tanpa nilai yang mengidealisir system bangunannya.
Sehingga di dalam bab ini, Cecep
Sumarna sang penulis buku ini, berupaya menonjolkan semangat pada bab ini yang
akan menguraikan tentang nilai dalam ilmu. Bagaimana nilai harus diterapkan
ketika berhadapan dengan wilayah keilmuan? Apakah nilai dapat disusun dalam
rumusan tunggal sehingga diakui bahwa nilai itu mengandung makna universalnya
atau tidak ? Lalu bagaiman ilmuwan dan kita semua bersikap ketika fakta
menunjukkan bahwa penilaian terhadap nilai itu subjektif? Sebatas mana pula
subjektivitas itu ditoleransi? Inilah urgensi terpenting dari kajian bab ini.
ESTETIKA
Di
dalam bab estetika ini, penulis buku mengawali tulisannya dengan suatu ungkapan
yang cukup membuat orang penasaran untuk lebih memahami bab ini, yaitu : menarik
tidak untuk tertarik, mencintai tidak untuk memiliki, memiliki tidak untuk
mencintai, memiliki tidak untuk menikmati, bahkan menikmati tak berarti harus
mencintai dan memiliki.
Bab ini juga diawali dengan
contoh-contoh penilaian estetika dari kaum adam terhadap kaum hawa yang di
dalam penilaian tersebut tidak terlepas dari penilaian yang subjektif. Namun,
yang perlu kita perhatikan dalam estetika adalah bahwa estetika merupakan
bagian dari tritunggal, yakni teori tentang kebenaran (epistemologi),
kebaikan dan keburukan (etika) dan keindahan itu sendiri (estetika).
Estetika misalnya berbicara mengenai hakikat keindahan. Selain itu, estetika
juga berbicara tentang teori mengenai seni. Seni yang melukiskan bahasa
perasaan.
Dengan demikian, estetika berarti
suatu teori yang meliputi : 1) Penyelidikan mengenai yang indah; 2)
Penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari seni; dan 3)
Pengalaman yang bertalian dengan seni, penciptaan seni, penilaian
terhadap seni atau perenungan terhadap seni.
BAHASA & NOTASI ILMIAH
Di
lautan yang teduh, setiap orang kemungkinan dapat menjadi nakhoda perjalanan. Kalimat
ini menjadi awal tulisan dalam bab ini, yang pada hakekatnya penulis buku ini
ingin mengutarakan tentang fungsi bahasa dalam komunikasi. Setiap komunikasi,
pasti menggunakan bahasa. Bahasa adalah sarana berpikir. Bahasa berguna untuk
menjadi alat komunikasi dalam menyampaikan jalan pikiran dirinya kepada orang
lain. Melalui bahasa, manusia tidak mungkin berpikir secara sistematis.
Bahasa memiliki peranan penting
dalam kehidupan manusia. Dengan bahasa, manusia mampu melakukan abstraksi
sekaligus simbolisasi dari realitas faktual empiris ke dalam dunia ide.
Bahasa dapat mendorong manusia
melakukan proses transformasi. Melalui bahasa, manusia dapat melakukan proses
berpikir dengan cara menarik realitas factual ke dalam dunia ide, meski
objek-objek faktual dimaksud tidak lagi factual-empiris dan telah berada di
luar jangkauan dirinya. Melalui bahasa manusia dapat melakukan komunikasi apa
saja dari satu subjek kepada objek lain.
Bahasa itu sendiri kadang tertuang
dalam bentuk tulisan. Sehingga penulis buku ini, Cecep Sumarna, berupaya
memberikan penekanan terhadap tulisan yang memiliki peranan yang cukup kuat
dalam mempengaruhi pikiran manusia. Di dalam tulisan ilmiah, mensyaratkan
adanya notasi ilmiah. Ia berfungsi untuk menjadi alat ukur penegakkan prinsip
kejujuran ilmiah. Prinsip dasarnya, setiap pemikiran tidak pernah berdiri
sendiri, sebagai sesuatu yang benar-benar baru. Setiap pengetahuan selalu
dan pasti merupakan tumpukan dan lanjutan dari satu item kepada item lain.
Ada tiga bentuk sistem notasi
ilmiah. Ketiga bentuk dimaksud adalah : Pertama, harus teridentifikasi
dari siapa penulis melakukan rujukan. Kedua, media atau alat
komunikasi yang dijadikan oleh mereka yang pikirannya disadur. Ketiga, juga
harus jelas lembaga yang menerbitkan tulisan mereka yang oleh penulisan
pikirannya disadur. Masuk dalam ranah ini, termasuk tahun penerbitan dan
halaman berapa mereka menulis.
Dalam bentuknya, notasi ilmiah dibagi ke dalam tiga
bentuk. Ketiga bentuk dimaksud adalah : 1) Catatan kaki (foot note);
2) In Note (catatan di dalam tulisan), dan 3) End Note
(diletakkan di akhir tulisan).
PENUTUP
Buku yang ditulis oleh Cecep Sumarna
ini, pada hakekatnya ingin mengungkapkan tentang pengetahuan, ilmu dan anak
turunannya (teknologi) yang selalu menjadi perhatian orang. Wajar saja ini
dituangkan dalam tulisan ini, karena hampir setiap dinamika kehidupan manusia
akan sangat tergantung pada tiga persoaan di atas. Abad ini, yang disinyalir
oleh berbagai ahli sebagai abad informasi, telah menggeser paradigm berpikir
masyarakat. Perubahan paradigma dimaksud, salah satunya dipengaruhi kuat oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan teknologi saat ini
misalnya, bukan hanya sekedar dijadikan alat, tetapi ia kini telah menjadi
komoditi yang dapat diperjual belikan dengan berbagai kepentingan.
Dihadapkan pada kondisi tersebut di
atas, maka penulis buku filsafat ilmu ini, yaitu Cecep Sumarna, beliau
mampu mencermati dan mengimbangi hal tersebut dengan menampilkan pemikirannya
terhadap sesuatu yang sedikit jarang dilakukan dan diperhatikan orang,
dan ini menurut saya cukup urgen untuk diteliti lebih jauh, yaitu
pembahasan mengenai hakikat pengetahuan, ilmu dan teknologi itu sendiri
khususnya ketika harus berelasi dengan manusia.
Harus diakui bahwa perhatian
terhadap hal ini telah melahirkan banyak aliran dalam filsafat dengan segala
persamaan dan perbedaannya, dan itu semua melahirkan filsafat ilmu yang dibahas
secara terperinci dalam buku ini oleh sang penulis Cecep Sumarna.
Tulisan ini merupakan obsesi Cecep Sumarna untuk
memajukan pola pikir bangsa ini serta mengembangkan, menguji dan membuat ilmu
dalam satu wadah khusus yaitu filsafat ilmu.
Namun, sebagai cendekiawan muslim, Cecep Sumarna dalam
mengembangkan tulisannya tentang filsafat ilmu masih berkiblat kepada filosof-filosof
Yunani. Walau demikian, terdapat upaya Cecep Sumarna untuk mengimbangi
kelemahannya ini dengan menampilkan beberapa filosof muslim, dan di dalam buku
ini juga dikemukakan tentang peranan dunia Islam sebagai penyelamat ilmu
pengetahuan Yunani Kuno. Di dalam buku ini juga terdapat semangat Cecep Sumarna
untuk melakukan islamisasi filsafat ilmu dan pengetahuan, namun pengembangannya
masih terbatas karena di dalam tulisannya masih terungkap pandangan dan
pemikiran para filosof Yunani Kuno, seperti Aristoteles, Socrates dan
lain-lain.
Walau demikian, perlu diakui, bahwa
pemikiran-pemikiran yang diangkat oleh Prof. Dr. Cecep Sumarna ini merupakan buah
karya anak muda yang produktif untuk membantu khazanah kita untuk memikirkan
atau ikut serta berpikir tentang masalah filsafat ilmu yang memegang peranan
penting dalam kehidupan manusia sehingga ilmunya dapat memberikan manfaat yang
positif bagi kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini. Yakin Usaha Sampai.