Jumat, 03 Juni 2016

RESENSI FILSAFAT ILMU PROF. DR. H. CECEP SUMARNA, M.Ag



F I L S A F A T   I L M U
Prof. Dr. H Cecep Sumarna, M.Ag


RESENSI BUKU
Diajukan untuk memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah: Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Jamali, M.Ag



 










Oleh:
WAWAN HERMAWAN
NIM. 14156310022
Program Studi: Pendidikan Agama Islam (PAI-B)
Semester II


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2016


DATA BUKU
Judul Buku                  : Filsafat Ilmu
Penulis                         : Dr. Cecep Sumarna
Penerbit                       :  CV. Mulia Press, Bandung
Tahun Terbit               : 2008
Tebal Buku                  :  271 halaman

RIWAYAT SINGKAT PENGARANG
Dr. Cecep Sumarna
Doktor di bidang Filsafat Ilmu dan Filsafat Pendidikan Islam ini, lahir di Cikuya Tasikmalaya, pada Oktober 1971. Kampung ini berjarak tiga kilometer dari Kantor Kecamatan Cikatomas dan 39 kilometer dari Kantor Kabupaten Tasikmalaya.
Tumbuh dari kultur santri kampung yang telah banyak melahirkan intelektual. Ibunya bernama Siti Mardiyah dan ayahnya bernama Muslih Suryana. Tokoh Masyumi yang hidupnya dihabiskan untuk mengelola Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah yang ia dirikan bersama saudara tuanya. Uang hasil gajinya banyak dihabiskan untuk mengelola madrasah ketimbang nabung untuk naik haji.
Sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, penulis belajar di lingkungan agama. Selesai dari Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah, penulis melanjutkan ke Pendidikan Guru Agama Negeri di Ciamis. Tahun 1991, Kuliah Fakultas Tarbiyah IAIN ”SGD” di Cirebon lulus tahun 1995. Atas usaha gurunya, Drs. H. Yusuf Saefullah M., M.Ag, sempat beberapa bulan mengabdi di almamaternya sebagai seorang asisten. Beberapa bulan kemudian, memperoleh beasiswa dari Ditbinperta Islam Departemen Agama RI untuk mengikuti Post Graduate Program di IAIN Ar-Raniry Banda Aceh pada konsentrasi Islamic studies dan lulus pada tahun 1998. Tesis dengan judul : Orientasi Gerakan Cendekiawan Muslim Indonesia : Studi analisis terhadap peran anggota ICMI dalam birokrasi menghantarkannya menjadi seorang Magister. Menyelesaikan program Doktor di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulus pada bulan April 2007 dengan predikat cumlaude.
Penulis juga Santri Pondok Pesantren Miftahul Jannah sejak kelas empat SD sampai kelas tiga SLTP dan santri al Hasan Ciamis, 1988 sampai tahun 1991. Penulis tercatat sebagai peserta program Jurnalistik di LPBKI Kota Cirebon pada tahun 1993-199. Melalui pendidikan ini, sempat menjadi penulis lepas di Pikiran Rakyat Edisi Cirebon dan reforter bidang politik dan sosial keagamaan di Cibes FM Kabupaten Cirebon, sebuah Radio yang didirikan bersama rekan-rekan sesama peserta program. Selain itu, sempat  tercatat sebagai peserta Kursus Akting Film program dua tahun di lembaga yang sama. Di program ini sempat belajar satu semester. Tetapi karena kondisi ekonomi tidak memungkinkan, program ini tidak dapat diselesaikan dan kembali konsen ke kampus utama.
Di tahun 1998, bersama rekan-rekan satu kantor, penulis tercatat sebagai salah seorang peserta program workshop for lecturers di Sawangan Bogor dengan funding The Asian Foundation atas usaha teman-teman di International Centre for Civic Eduacation (ICCE) UIN Jakarta. Melalui kursus ini dengan berbagai seleksi di Jogjakarta dan Jakarta , penulis sempat tercatat sebagai fasilitator bagi dosen PTAIS Kopertais Jakarta, Jabar dan Banten dalam mata kuliah Civic Education.
            Selain aktif dalam dunia akademik, penulis adalah aktivis organisasi massa dan LSM. Di kampus, sewaktu menjadi mahasiswa, penulis adalah aktivis Senat Mahasiswa, selain aktif sebagai pengurus HMI Cabang Cirebon, pengurus dan pendiri FSS 55 Cirebon, pengurus Wira Karya Indonesia DPD Kota Cirebon, Wakil Direktur LPSM Nurjati , KAHMI kota Cirebon dan anggota KAHMI Jawa Barat, Kahmi Nasional dan Dewan Fakar ICMI Jawa Barat.
Bersama rekan sekantor dan mahasiswa dari berbagai elemen Kampus wilayah III Cirebon, di tahun 2003, penulis mendirikan lembaga kajian strategis,yakni : Center for Philosophy and Social     Problem Studies dan menempatkan dirinya sebagai Direkturnya. Peneliti juga mendirikan Training and Reseach Institut (2005) dan pendiri center for Education and Publict Studies (2005). Pernah menjadi editor ahli dalam Jurnal al Tarbiyah (2002-2006) setelah sebelumnya menjadi Redaktur Pelaksana (2000-2002) Jurnal Penelitian Holistik yang didirikan bersama Prof.Dr.Muhaimin, MA.
Penulis anggota senat STAIN Cirebon periode 2006-2010 setelah sebelumnya sempat menjadi Ketua Program Studi:Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial-Ekonomi Koperasi (2002-2006). Sebelumnya penulis juga dipercaya sebagai Sekretaris Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat (P3M) STAIN Cirebon (1999-2002). Diluar kampus utama, penulis diminta untuk menjadi Pembantu Ketua III Sekolah Tinggi Farmasi Yayasan Pendidikan Imam Bonjol Cirebon , periode 2006-2010. Di sela kesibukan kantor dan pengajar di kampus ini, penulis tercatat sebagai dosen luar biasa di beberapa kampus wilayah Cirebon.















KATA PENGANTAR
            Buku yang berjudul “Filsafat Ilmu” ini adalah suatu tulisan tentang filsafat yang disebut sebagai induknya ilmu, dimana filsafat telah banyak berjasa dalam proses kemajuan ilmu itu sendiri. Bahkan tidak sedikit diantara para tokoh atau ilmuan jugadisebut sebagai filsuf, karena ilmunya mumpuni dan cara berpikirnya sudah termaktub dalam kriteria berfikir filsafat.
Penulisan dalam buku ini memuat tentang suatu prinsip yang disebut sebagai cara berpikir filsafat. Ketika kita berfilsafat berarti kita sedang berfikir, dan tidak berarti berfikir dapat disebut berfilsafat. Setidaknya ada beberapa ciri berpikir filsafat, diantaranya, pertama, radikal yaitu berpikir sampai ke akarnya ; kedua, sistemik, yaitu berpikir secara logis, bergerak selangkah demi selangkah penuh kesadaran, berurutan dan penuh rasa tanggung jawab ; ketiga, universal (berpikir secara menyeluruh, tidak terbatas pada bagian – bagian tertentu).
Jadi, filsafat adalah sesuatu yang berharga dan bermanfaat dalam perkembangan umat manusia, terlebih dalam dunia pengetahuan dan ilmu. Dalam pengembangan, pengujian atau pembuatan ilmu pun filsafat punya wadah khusus yang tugas dan fungsinya di bidang tersebut, yaitu filsafat ilmu.
Dihadapkan pada nilai guna dan manfaatnya, maka di dalam buku ini diuraikan tentang pandangan terhadap filsafat ilmu yang layak untuk terus dikaji dan dipahami setiap orang, termasuk diantaranya para akademisi dan ilmuwan di bidangnya. Karena tidak menutup kemungkinan dengan filsafat ilmu ini ilmu baru akan tercipta dan tercipta dari ilmu sebelumnya.
Di samping itu, buku ini juga mengajak kita untuk lebih mengenal tentang filsafat ilmu yang mengajarkan kepada kita untuk terus mempertanyakan dimensi why, sehingga menuntut kita masuk kedalam logika orang. Bukan sebaliknya, memaksa orang dalam logika kita. Yang terpenting dalam filsafat ilmu, dengan filsafat ilmu, kita diajak untuk menelusuri dan membuktikan sesuatu ilmu dan pengetahuan itu yang harus betul-betul bermakna buat kita dan keberlangsungan umat manusia.
ISI BUKU
*      MENGAPA FILSAFAT ILMU
Sebelum membahas lebih jauh tentang filsafat ilmu, maka penulisan dalam buku ini diawali dengan pertanyaan mengapa filsafat ilmu ? Tentu saja dari maksud diawali dengan pertanyaan tersebut, bahwa penulis berusaha mengajak pembacanya untuk lebih tertarik guna mengenal dan mendalami filsafat ilmu, serta membenarkan beberapa kekeliruan pandangan terhadap filsafat ilmu, dan menyatakan bahwa filsafat ilmu bukanlah ilmu filsafat.
Pada bab ini diulas pula tentang lahirnya filsafat ilmu, dimana filsafat di satu sisi dapat menjadi pembuka lahirnya ilmu, di sisi lainnya, juga dapat menjadi pembuka lahirnya ilmu, di sisi lainnya juga dapat berfungsi sebagai cara kerja akhir ilmuwan . ”Sombongnya”, filsafat sering disebut sebagai induk ilmu (mother of science) dan sekaligus menjadi pamungkas keilmuan yang dalam beberapa hal tidak dapat diselesaikan oleh ilmu.
Kenapa demikian ? Sebab filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan berbagai pencabangan ilmu. Realitas juga menunjukkan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu pun yang lepas dari filsafat atau serendahnya tidak  tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan untuk kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat yang khusus mengkaji ilmu pengetahuan. Rumusan ilmu dimaksud disebut filsafat pengetahuan, yang berkembang dalam cabang baru yang disebut sebagai filsafat ilmu.
*      SEJARAH ILMU PENGETAHUAN
Pada bab ini, Dr. Cecep Sumarna, sang penulis buku, menjelaskan tentang sejarah ilmu pengetahuan yang dimulai dari cara berpikir manusia yang berbau mistik. Yunani Kuno memiliki peranan penting dalam melakukan proses perubahan paradigm berpikir manusia dari sesuatu berbau mistik ke dunia ilmu, dunia logika, dunia factual, dunia terukur.  Para filosof  besar Yunani Kuno seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles, mampu membalikkan mitos atau mistik menjadi ilmu. Yunani kuno didukung kuat dan luasnya aspek mitos di kalangan masyarakat. Harus pula diakui, bahwa mitos dapat menjadi perintis filsafat. Melalui mitos, manusia mampu melakukan percobaan untuk mengerti tentang sesuatu secara filosofis-spekulatif,
Mite (kata besar dari mitos) dapat mencari keterangan tentang asal usul alam semesta dan kejadian yang berlangsung di dalamnya. Mite  mampu memberikan jawaban atas sejumlah pertanyaan dasar tentang asal usul alam semesta. Jawaban yang diberikan mite atas pertanyaan dasar tentang asal usul alam semesta ini, secara teoretik kemudian disebut dengan kosmogonis. Ketika sudah menjadi kajian kosmogonis, tentu tidak lagi murni mistik Tetapi sedikit banyak sudah filosofis sekaligus sedikit banyak ilmiah, dan lahirlah ilmu pengetahuan.
Di samping berbicara tentang sejarah ilmu pengetahuan yang cakupannya di wilayah Yunani Kuno, Cecep Sumarna selaku penulis buku ini, juga memiliki asumsi bahwa dunia Islam sebagai penyelamat ilmu pengetahuan Yunani Kuno.
*      MENGENAL FILSAFAT
Pada bab ini, penulis mengajak kita untuk lebih mengenal filsafat dengan memahami filsafat itu sendiri. Dijelaskan dalam bab ini bahwa filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia dan philosophos, terstruktur dari kata philos dan Sophia atau philos dan shopos. Philos berarti cinta, dan sophia atau shopos berarti kebijaksanaan, pengetahuan tertinggi, hikmah.
Dalam arti yang agak umum, filsafat dapat digunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dalam pikiran manusia tentang berbagai kesulitan yang dihadapinya, serta berusaha untuk menemukan solusi yang tepat. Misalnya ketika kita menanyakan : “Siapa kita? Darimana kita berasal ? Mengapa kita ada di suatu tempat ? Kemana kita akan pergi dan berlalu ? Apa yang dimaksud dengan kebenaran dan kebathilan ? Dan apakah yang dimaksud dengan kebaikan dan kejahatan ?
Namun demikian, dalam bab ini juga diungkapkan bahwa filsafat dapat juga diartikan dalam arti yang khusus. Dalam  arti ini, kata filsafat biasanya bersinonim dengan sistem dari sebuah madzhab tertentu dalam filsafat. Misalnya, filsafat dirangkaikan  dengan salah seorang filosof, seperti filsafat Aristoteles atau filsafat Plato.  Rangkaian kata filsafat dengan nama seorang filosof tertentu mengindikasikan bahwa setiap filosof dengan aktivitas filsafat yang dilakukannya bermaksud membangun suatu bentuk penafsiran yang lengkap dan menyeluruh terhadap segala sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh filosof tertentu itu.
Selanjutnya, penulis menjelaskan juga tentang ciri berpikir filsafat dengan ciri-ciri sebagai berikut : radikal, sistemik, universal dan spekulatif.  Berpikir radikal artinya berpikir sampai ke akar persoalan. Sistemik adalah berpikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah, penuh kesadaran, berurutan dan penuh rasa tanggung jawab. Universal artinya berpikir secara menyeluruh tidak terbatas pada bagian-bagian tertentu, tetapi mencakup keseluruhan aspek, yang konkret dan abstrak atau yang fisik dan metafisik. Terakhir, spekulatif, karena seorang filosof memiliki cara berpikir yang spekulatif, maka seorang filosof terus melakukan ujicoba dan memberikan pertanyaan terhadap kebenaran yang dianutnya.
*      METAFISIKA
Buku yang berjudul Filsafat Ilmu ini, menjelaskan pula tentang metafisika. Dalam filsafat ilmu, metafisika perlu dibahas, karena memiliki nilai guna sebagai bahan studi atau pemikiran tentang sifat tertinggi atau terdalam (ultimate nature) dari keadaan atau kenyataan yang tampak nyata dan variatif. Melalui pengkajian dan penghayatan terhadap metafisika, manusia akan dituntun pada jalan dan penumbuhan moralitas hidup.
Hubungan antara metafisika dengan filsafat ilmu dapat diibaratkan seperti hubungan dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan meski gampang dibedakan. Filsafat ilmu membincangkan persoalan metafisika lebih karena hampir tidak ada ilmupun yang terlepas dari persoalan metafisika. Bahkan dalam banyak hal, ilmu dan pengkaji ilmu (ilmuwan) yang kering makna metafisika akan berakibat pada keringnya makna ilmu itu sendiri. Tentu ini subjektif, tetapi kelihatannya sangat sulit ditolak.
*      SUMBER ILMU PENGETAHUAN
           Sumber ilmu pengetahuan yang menjadi kajian di bab ini adalah aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu. Aspek-aspek tadi, mungkin telah memperlihatkan perkembangan yang ada atau mungkin muncul di tengah kehidupan manusia.
Cecep Sumarna, sang penulis, memberikan penekanan tentang pentingnya mengkaji sumber ilmu pengetahuan didasarkan atas : 1) Adanya perbedaan pandangan di kalangan filosof dan saintis tentang apa yang menjadi sumber ilmu ; dan 2) Perbedaan ini ternyata berkonsekwensi pada perbedaannya paradigma yang dianut masing-masing komunitas masyarakat dalam memandang dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan.
Dilihat dari sejarah, lahirnya sumber ilmu pengetahuan seperti terlihat dalam corak ilmu pengetahuan Barat kontemporer, namun sebenarnya berakar dari tradisi dialektis filosof Yunani pada abad kelima dan keempat sebelum masehi.
Perlu diketahui pula, ada cara lain yang juga dapat disebut sebagai sumber pengetahuan, yaitu intuisi dan wahyu. Kelompok yang menganggap bahwa intuisi dan wahyu dapat menjadi sumber pengetahuan adalah mereka yang masih menjunjung tinggi peranan wujud tertentu di laut dzat atau benda fisik yang tampak dan dapat dibuktikan oleh alat indera manusiawi.
Intuisi dapat juga dianggap dapat menjadi sumber pengetahuan karena melalui intuisi manusia mendapati ilmu pengetahuan secara langsung tidak melalui proses penalaran tertentu. Melalui intuisi, menurut Cecep Sumarna, manusia secara tiba-tiba menemukan jawaban dari permasalahan yang dihadapinya.
*      PENALARAN : SARANA BERPIKIR ILMIAH
           Pada bab ini, Cecep Sumarna mencoba mengenalkan kepada pembacanya tentang penalaran yang merupakan sarana berpikir ilmiah. Seseorang telah melakukan pentalaran dengan benar, dan karena tidak disebut telah memiliki ciri berpikir nalar, apabila ia memperlihatkan pemikirannya yang logic dan analytic. Logika adalah suatu kegiatan berpikir dengan menggunakan suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu, ketidak konsistenan dalam menggunakan alur logika, dapat menyebabkan kekacauan penalaran. Sedangkan analitik adalah kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada logika ilmiah dengan menggunakan langkah-langkah tertentu dalam bingkai ilmiah tadi. Cara berpikir tertentu baru termasuk ke dalam suatu penalaran yang benar, apabila ia menggunakan penalaran yang logis dan analitik.
Dengan demikian, pada intinya yang diungkapkan oleh Cecep Sumarna pada bab ini adalah bahwa sarana berpikir ilmiah berlandaskan pada logika. Dengan kata lain, logika adalah cara penalaran dalam menarik kesimpulan, untuk memperoleh cara berpikir yang lebih shahih.
Dalam praktisnya, serendahnya terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui cara kerja logika. Dua cara itu adalah : induktif dan deduktif. Logika induktif diartikan sebagai penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan rasional. Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di lapangan. Dalam implementasinya, kedua cara penarikan kesimpulan ini memiliki implikasi yang amat luas, yang secara perlahan-lahan akan terurai melalui berbagai penjelasan di bab berikut buku ini.
*      METODE BERPIKIR ILMIAH
            Metode berpikir ilmiah adalah prosedur, cara dan teknik memperoleh pengetahuan. Meski tidak semua pengetahuan didapatkan melalui metode atau pendekatan ilmiah, tetapi apa yang disebut dengan ilmu, harus didapatkan melalui pendekatan dan metode ilmiah. Kaidah filsafat ilmu, bahkan disebut bahwa suatu pengetahuan, baru dapat disebut sebagai ilmu, apabila cara perolehannya dilakukan melalui kerangka kerja ilmiah. Salah satu cara kerja ilmiah dimaksud disebut metode ilmiah.
Dengan menggunakan metode berpikir ilmiah, manusia terus menerus mengembangkan pengetahuannya. Dengan metodenya manusia terus memperoleh kenikmatan dan kebahagiaan hidup. Perspektif ini oleh sang penulis buku ini dikatakan hanya akan terwujud sikap ingin tahu manusia dan itu semua dilakukan melalui metode berpikir tertentu yang disebut dengan metode berpikir ilmiah. Manusia memiliki sifat ketergantungan yang luar biasa terhadap pengetahuan. Sifat ingin tahu yang melekat pada diri manusia, telah mendorong manusia untuk mengungkapkan pengetahuan, meski dengan berbagai cara dan pendekatan yang digunakan.
Yang perlu kita ketahui dalam hal ini, bahwa secara historis, ada empat cara manusia memperoleh pengetahuan, yaitu : 1) Berpegang pada suatu yang telah ada (metode keteguhan);   2) Merujuk kepada pendapat ahli (metode otoritas);     3) Berpegang pada intuisi (metode intuisi), dan ;  4) menggunakan metode ilmiah.
*      ETIKA
           Etika adalah salah satu unsure penting yang terdapat dalam teori nilai. Kata teori nilai yang terdiri dari dua suku kata, yakni teori dan nilai itu, tampaknya merupakan terjemahan dari bahasa Yunani, logos (akal dan teori) dan aksios (nilai atau suatu yang berharga).
Para ahli filsafat sering menyebut teori nilai sama dengan aksiologi. Seperti diketahui bahwa aksiologi merupakan bagian dari tiga cabang besar filsafat ilmu, yakni : ontology, epistemology dan aksiologi. Aksiologi sering disebut sebagai ilmu yang melakukan penyelidikan mengenai kodrat, criteria dan status metafisik dari nilai.
Nilai disebut aksiologi, karena cabang filsafat ini menyelidiki hakikat nilai ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Louis O. Kattsoff  menyebutkan beberapa cabang pengetahuan yang terkait dengan masalah nilai, atau setidaknya berkeperluan terhadap nilai. Nilai dimaksud seperti ekonomi, etika, estetika, filsafat agama dan epistemology kebenaran. Bidang –bidang ini menurut Kattsoff, mesti dibingkai dalam kaidah nilai. Sebab betapapun tingginya capaian fisik yang dihasilkan dari basis keilmuan di atas, ia tetap akan kehilangan nilai substantifnya, tanpa nilai yang mengidealisir system bangunannya.
Sehingga di dalam bab ini, Cecep Sumarna sang penulis buku ini, berupaya menonjolkan semangat pada bab ini yang akan menguraikan tentang nilai dalam ilmu. Bagaimana nilai harus diterapkan ketika berhadapan dengan wilayah keilmuan? Apakah nilai dapat disusun dalam rumusan tunggal sehingga diakui bahwa nilai itu mengandung makna universalnya atau tidak ? Lalu bagaiman ilmuwan dan kita semua bersikap ketika fakta menunjukkan bahwa penilaian terhadap nilai itu subjektif? Sebatas mana pula subjektivitas itu ditoleransi? Inilah urgensi terpenting dari kajian bab ini.
*      ESTETIKA
          Di dalam bab estetika ini, penulis buku mengawali tulisannya dengan suatu ungkapan yang cukup membuat orang penasaran untuk lebih memahami bab ini, yaitu : menarik tidak untuk tertarik, mencintai tidak untuk memiliki, memiliki tidak untuk mencintai, memiliki tidak untuk menikmati, bahkan menikmati tak berarti harus mencintai dan memiliki.
Bab ini juga diawali dengan contoh-contoh penilaian estetika dari kaum adam terhadap kaum hawa yang di dalam penilaian tersebut tidak terlepas dari penilaian yang subjektif. Namun, yang perlu kita perhatikan dalam estetika adalah bahwa estetika merupakan bagian dari tritunggal, yakni teori tentang kebenaran (epistemologi), kebaikan dan keburukan (etika) dan keindahan itu sendiri (estetika). Estetika misalnya berbicara mengenai hakikat keindahan. Selain itu, estetika juga berbicara tentang teori mengenai seni. Seni yang melukiskan bahasa perasaan.
Dengan demikian, estetika berarti suatu teori yang meliputi : 1) Penyelidikan mengenai yang indah;  2) Penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari seni;  dan 3)  Pengalaman yang bertalian dengan seni, penciptaan seni, penilaian terhadap seni atau perenungan terhadap seni.
*      BAHASA & NOTASI ILMIAH
          Di lautan yang teduh, setiap orang kemungkinan dapat menjadi nakhoda perjalanan. Kalimat ini menjadi awal tulisan dalam bab ini, yang pada hakekatnya penulis buku ini ingin mengutarakan tentang fungsi bahasa dalam komunikasi. Setiap komunikasi, pasti menggunakan bahasa. Bahasa adalah sarana berpikir. Bahasa berguna untuk menjadi alat komunikasi dalam menyampaikan jalan pikiran dirinya kepada orang lain. Melalui bahasa, manusia tidak mungkin berpikir secara sistematis.
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Dengan bahasa, manusia mampu melakukan abstraksi sekaligus simbolisasi dari realitas faktual empiris ke dalam dunia ide.
Bahasa dapat mendorong manusia melakukan proses transformasi. Melalui bahasa, manusia dapat melakukan proses berpikir dengan cara menarik realitas factual ke dalam dunia ide, meski objek-objek faktual dimaksud tidak lagi factual-empiris dan telah berada di luar jangkauan dirinya. Melalui bahasa manusia dapat melakukan komunikasi apa saja dari satu subjek kepada objek lain.
Bahasa itu sendiri kadang tertuang dalam bentuk tulisan. Sehingga penulis buku ini, Cecep Sumarna, berupaya memberikan penekanan terhadap tulisan yang memiliki peranan yang cukup kuat dalam mempengaruhi pikiran manusia. Di dalam tulisan ilmiah, mensyaratkan adanya notasi ilmiah. Ia berfungsi untuk menjadi alat ukur penegakkan prinsip kejujuran ilmiah. Prinsip dasarnya, setiap pemikiran tidak pernah berdiri sendiri, sebagai sesuatu yang benar-benar baru.  Setiap pengetahuan selalu dan pasti merupakan tumpukan dan lanjutan dari satu item kepada item lain.
Ada tiga bentuk sistem notasi ilmiah. Ketiga bentuk dimaksud adalah : Pertama, harus teridentifikasi dari siapa penulis melakukan rujukan.  Kedua, media atau alat komunikasi yang dijadikan oleh mereka yang pikirannya disadur. Ketiga, juga harus jelas lembaga yang menerbitkan tulisan mereka yang oleh penulisan pikirannya disadur. Masuk dalam ranah ini, termasuk tahun penerbitan dan halaman berapa mereka menulis.
Dalam bentuknya, notasi ilmiah dibagi ke dalam tiga bentuk. Ketiga bentuk dimaksud adalah : 1) Catatan kaki (foot note);  2) In Note (catatan di dalam tulisan), dan 3) End Note (diletakkan di akhir tulisan).
*      PENUTUP
Buku yang ditulis oleh Cecep Sumarna ini, pada hakekatnya ingin mengungkapkan tentang pengetahuan, ilmu dan anak turunannya (teknologi) yang selalu menjadi perhatian orang. Wajar saja ini dituangkan dalam tulisan ini, karena hampir setiap dinamika kehidupan manusia akan sangat tergantung pada tiga persoaan di atas. Abad ini, yang disinyalir oleh berbagai ahli sebagai abad informasi, telah menggeser paradigm berpikir masyarakat. Perubahan paradigma dimaksud, salah satunya dipengaruhi kuat oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan teknologi saat ini misalnya, bukan hanya sekedar dijadikan alat, tetapi ia kini telah menjadi komoditi yang dapat diperjual belikan dengan berbagai kepentingan.
Dihadapkan pada kondisi tersebut di atas, maka penulis buku filsafat ilmu ini, yaitu Cecep Sumarna, beliau mampu mencermati dan mengimbangi hal tersebut dengan menampilkan pemikirannya terhadap sesuatu yang sedikit jarang dilakukan dan diperhatikan orang,  dan ini menurut saya cukup urgen untuk diteliti lebih jauh, yaitu pembahasan mengenai hakikat pengetahuan, ilmu dan teknologi itu sendiri khususnya ketika harus berelasi dengan manusia.
Harus diakui bahwa perhatian terhadap hal ini telah melahirkan banyak aliran dalam filsafat dengan segala persamaan dan perbedaannya, dan itu semua melahirkan filsafat ilmu yang dibahas secara terperinci dalam buku ini oleh sang penulis Cecep Sumarna.
Tulisan ini merupakan obsesi Cecep Sumarna untuk memajukan pola pikir bangsa ini serta mengembangkan, menguji dan membuat ilmu dalam satu wadah khusus yaitu filsafat ilmu.
Namun, sebagai cendekiawan muslim, Cecep Sumarna dalam mengembangkan tulisannya tentang filsafat ilmu masih berkiblat kepada filosof-filosof Yunani. Walau demikian, terdapat upaya Cecep Sumarna untuk mengimbangi kelemahannya ini dengan menampilkan beberapa filosof muslim, dan di dalam buku ini juga dikemukakan tentang peranan dunia Islam sebagai penyelamat ilmu pengetahuan Yunani Kuno. Di dalam buku ini juga terdapat semangat Cecep Sumarna untuk melakukan islamisasi filsafat ilmu dan pengetahuan, namun pengembangannya masih terbatas karena di dalam tulisannya masih terungkap pandangan dan pemikiran para filosof Yunani Kuno, seperti Aristoteles, Socrates dan lain-lain.
Walau demikian, perlu diakui, bahwa pemikiran-pemikiran yang diangkat oleh Prof. Dr. Cecep Sumarna ini merupakan buah karya anak muda yang produktif untuk membantu khazanah kita untuk memikirkan atau ikut serta berpikir tentang masalah filsafat ilmu yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia sehingga ilmunya dapat memberikan manfaat yang positif bagi kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini. Yakin Usaha Sampai.

Kamis, 26 September 2013

Manajemen aksi HMI



MANAJEMEN AKSI:
DARI STRATEGI MENUJU IMPLEMENASI
Oleh: Wawan Hermawan

Mahasiswa adalah aset umat. Ia bersifat elitis dan eksklusif. Jumlahnya hanya 2 % dari penduduk Indonesia yang 200 juta jiwa. Mahasiswa aktivis lebih elitis lagi, mungkin hanya ada 1 mahasiswa aktivis di antara 10 mahasiswa. Namun, agenda yang mereka perjuangkan sangat populis, dan realistis. Mahasiswa-lah yang bisa membangkitkan semangat perlawanan rakyat terhadap rezim tiran. Mahasiswa-lah yang bisa mengawal reformasi hingga ke titik tujuan. Rakyat menaruh harapan atas kekuatan intelektual dan kekuatan aksi yang mahasiswa miliki.Jadi, pahami dirimu dan sekitarmu, dan mari kita bergerak lagi !
Dengan kekuatan intelektual di atas rata-rata masyarakat awam, mahasiswa memiliki kemudahan untuk mengakses berbagai informasi wacana dan peristiwa dalam lingkup lokal hingga internasional. Begitu juga dengan kemudahan akses literatur ilmiah dan gerakan-gerakan pemikiran, yang pada tujuan akhirnya akan menentukan ideologi atau sistem hidup yang akan dijalaninya. Buku yang ia baca, informasi yang ia terima, tokoh-tokoh yang ia ajak bicara, adalah beberapa faktor utama yang kelak sangat berpengaruh terhadap idealisme hidupnya. Selain kekuatan intelektual yang identik dengan aktivitas ilmiah, mahasiswa juga memiliki kewajiban untuk menguatkan potensi kepekaan sosial politiknya.
Disebut kepekaan sosial karena mahasiswa pada dasarnya adalah bagian dari rakyat. Apapun yang terjadi pada rakyat maka mahasiswa akan turut juga merasakannya. Kenaikan BBM, harga bahan pokok, listrik, dan air misalnya akan memberi ekses terhadap aktivitas kuliah. Disebut kepekaan politik, karena gejolak sosial yang terjadi umumnya selalu merupakan hasil side effect dari aktivitas politik, semisal disahkannya suatu UU. UU Ketenagakerjaan misalnya akan mempengaruhi kesejahteraan dan taraf hidup para buruh. Setelah cerdas secara profesi keilmuan dan cerdas sosial politik, maka sebagai gerakan ekstraparlementer mahasiswa memiliki kewajiban moral untuk mengimplementasikan pengetahuannya itu dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat. Atau dengan kata lain menyuarakan kepentingan kebenaran dan rakyat. Berbagai metode dapat dilakukan.
Dari bentuk pendampingan, advokasi, public hearing, audiensi dengan pemerintah dan legislatif, hingga demonstrasi (aksi). Demonstrasi adalah cara paling efektif dalam menyuarakan kebenaran, khususnya jika dilaksanakan pada rezim yang antidemokratis dan tiran. Dalam makalah ini, akan dibahas sekelumit tentang manjamen demonstrasi atau aksi, yang selanjutnya akan disebut dengan MoA (Management of Action). Pengetahuan akan MoA ini menjadi penting agar niatan yang benar itu dapat mencapai hasil optimal karena dilakukan dengan cara yang benar pula. MANAJEMEN AKSI: Pengertian Aksi (demontrasi) adalah suatu model pernyataan sikap, penyuaraan pendapat, opini, atau tuntutan yang dilakukan dengan jumlah massa terntentu dan dengan teknik tertentu agar mendapat perhatian dari pihak yang dituju tanpa menggunakan mekanisme konvensional (birokrasi). Demonstrasi juga bertujuan untuk menekan pembuat keputusan untuk melakukan sesuatu.

Latar Belakang dan Tujuan Aksi
Umumnya dilatarbelakangi oleh matinya jalur penyampaian aspirasi atau buntunya metode dialog. Dalam trias politika, aspirasi rakyat diwakili oleh anggota legislatif. Namun dalam kondisi pemerintahan yang korup, para legislator tak dapat memainkan perannya, sehingga rakyat langsung mengambil jalan pintas dalam bentuk aksi. Aksi juga dilakukan dalam rangka pembentukan opini atau mencari dukungan publik. Dengan demikian isu yang digulirkan harapannya dapat menjadi snowball. Dari isu mahasiswa menjadi isu masyarakat kebanyakan, seperti dalam kasus aksi menuntut mundur Soeharto.
Landasan Hukum Aksi adalah hak bahkan dalam situasi tertentu dapat menjadi kewajiban. Ia dilindungi oleh UU positif. Selain Declaration of Human Right (freedom of speech), hak aksi juga dilindungi oleh UUD 1945 pasal 28 beserta amandemennya. Dasar Hukum Menyapaikan Pendapat Di Muka Umum 1. Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang". 2. Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang berbunyi: "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak memandang batas-batas". 3. Undang Undang No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Kode Etik
Untuk menjaga konsistensi gerakan, beberapa elemen gerakan mahasiswa memiliki kode etik aksi. Kode etik ini pula yang menjadi faktor pembeda aksi yang satu dengan aksi yang lainnya. Di HmI, kode etiknya adalah memulai dan menutup aksi dengan doa, tidak membaurkan peserta aksi putra dengan putri, dan tidak mencemooh seseorang dari cacat fisiknya. Faktor pembeda lainnya adalah lirik lagu-lagu perjuangan dan kata-kata pekik teriakan.
Mekanisme Lahirnya Keputusan Aksi
Keputusan aksi sebaiknya didiskusikan secara matang analisis SWOT-nya. Organisasi intra kampus mempunyai mekanisme yang berbeda namun hampir sama dengan mahasiswa ekstra. Di ekstra jalur pengambilan keputusan lebih pendek sehingga keputusan aksi dapat lebih cepat dieksekusi. Secara garis besar mekanisme lahirnya keputusan aksi adalah sbb :
a. Diskusi awal (Tim Bidang tertentu di HMI);
b. Diskusi Lanjutan (pelibatan kader), menghadirkan pakar, penerbitan Pers Release;
c. Pembentukan Tim Teknis Aksi;
d. Aksi di lapangan;
Merancang Aksi
Dalam merancang aksi, hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah : planning aksi, perangkat aksi, pelaksanaan, dan kegiatan paska-aksi. Planning aksi dalam tahap perencanaan aksi, hal urgen yang perlu diperhatikan adalah :



a. Tema / Grand Issue
Pilihlah tema atau isu yang sedang hangat menjadi bahan pembicaraan (up to date) atau relevan atau sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bersangkutan. Kemudian fokuskan, agar informasi atau opini yang hendak dibangun tidak bias.
b. Target/ Susun target
Baik target teknis seperti pencapaian jumlah massa dan blow up media, dan target esensi seperti isu tuntutan aksi. Begitu juga target siapa yang pihak yang hendak dituju.
c. Skenario
Seperti halnya film, aksi butuh skenario, yang menjadi acuan bergeraknya aksi. Skenario ini mencakup rute, tokoh orator, happening art, dan acara lainnya. Sebaiknya skenario disiapkan lebih dari satu. Jika ada sesuatu hal di lapangan tak memungkinkan berjalannya sebuah skenario, dapat diganti dengan skenario lain (plan B).
d. Massa
Dalam aksi yang mengandalkan massa, strategi penggalangan massa menjadi penting, demikian juga dengan cara mengendalikan massa jika massa berjumlah besar.
e. Pemberitahuan
Tergantung pada kebutuhan. Jika kita memutuskan untuk menulis pemberitahuan, maka lakukan sesuai dengan UU No. 9/1998. Begitu juga dengan pemberitahuan kepada media massa (release awal) agar kelak mereka dapat meliput kita.
media interestAksi yang ‘menarik’ akan disukai oleh media. Karena itu perlu diperhatikan sebuah momen yang khusus didesain untuk konsumsi jurnalis foto, selain press release untuk jurnalis berita.
f. Format
Format atau bentuk aksi adalah pilihan dari banyak bentuk aksi. Pilihannya ada dua, format kekerasan atau nirkekerasan. Sebagai ‘penjaga gawang’ gerakan moral, maka seyogyanya aksi mahasiswa bersifat nirkekerasan. Aksi nirkekerasan ini sangat bervariatif sekali. Dimulai dari aksi diam (bisu), orasi, happening art, aksi topeng, mmogok makan, hingga ke blokade, pengepungan, dan boikot.
Perangkat Aksi
Perangkat aksi adalah person-person yang terlibat dalam suksesnya sebuah aksi. Mereka diantaranya adalah :
1. Korlap
Koordinator Lapangan adalah pemegang komando ketika aksi sedang berjalan. Peserta aksi harus mentaati setiap arahan dari korlap. Korlap memperoleh masukan informasi dari perangkat lain yang akan digunakannya untuk mengambil keputusan-keputusan penting. Korlap juga yang bertugas menjaga stamina massa agar tidak loyo dan tetap konsentrasi ke aksi. Korlap bukanlah amanah instant. Ia diperoleh dari proses jangka panjang. Korlap adalah orang paling mengerti tentang isu yang sedang diperjuangkan, sehingga wawasan pengetahuannya dapat dikatakan lebih banyak dari yang lainnya. Korlap dapat juga berorasi.
2. Orator
Terkadang diperlukan orator khusus selain korlap, khususnya pada aksi aliansi atau aksi yang melibatkan tokoh. Para orator ini menyampaikan orasi berdasarkan isu yang telah disepakati bersama. Bobot suatu orasi ditentukan oleh susunan kalimat, data up to date, dan kualitas pernyataan sikap. – AgitatorAgitator adalah pembangkit semangat massa dengan pekik teriakan disela-sela orasi korlap dan orator. Ia juga membantu korlap untuk menjaga stamina massa dengan memimpin lagu dan yel-yel.

3. Negosiator
Terkadang diperlukan person yang khusus bertugas untuk melakukan negosiasi. Negosiasi ini dilakukan kepada aparat polisi atau pihak-pihak yang ingin dituju jika aksi di-setting audiensi.
4. Humas
Tim Humas adalah salah satu elemen penting aksi. Tim humas bertanggung jawab dalam menjembatani aksi kepada para jurnalis. Mereka membuat pers release. Bobot Pers Release itu dibuat berdasarkan nilai-nilai jurnalistik. Disebut sukses jika media tidak bias memuat tuntutan atau opini yang hendak digulirkan oleh aksi.
5. Security/ border
Tim ini bertugas menjaga keamanan peserta aksi. Mereka juga wajib untuk mengidentifikasi para penyusup atau aparat yang hendak memprovokasi agar aksi berakhir chaos. Tim ini memiliki bahasa tersendiri yang hanya diketahui oleh sedikit orang dari peserta aksi.
6. Dokumenter
Tim ini memback-up tim humas. Tetapi inti tugasnya adalah mendokumentasi aksi dari awal hingga akhir serta membuat kronologis aksi. Dokumentasi ini dengan kamera, handycam ataupun notes. Data ini akan digunakan sebagai bukti otentik jika aksi mengalami kekerasan dari aparat atau massa lain.
7. Medik
Tugas ini memang spesifik bagi mereka yang menguasai ilmu medis. Umumnya adalah mahasiswa kedokteran atau mereka yang pernah terlibat dalam aktivitas kepalangmerahan atau bulan sabit merah. Tim ini memberikan pertolongan pertama kepada peserta aski yang mengalami cidera
8. Tim kreatif
Tim ini memiliki kewenangan untuk mendesain sebuah atraksi seni atau instalasi sesuai amanat hasil musyawarah. Pelaksanaan dan Pasca Aksi Saat massa telah terkumpul di tempat yang telah ditentukan, maka korlap sebaiknya tidak langsung memberangkatkan peserta aksi sebelum ada taujih (nasehat) dan doa. Selain itu perlu juga adanya pemanasan (warming up) dengan cara melatih yel-yel atau orasi untuk pencerdasan peserta aksi. Warming-up ini bertujuan untuk mensolidasi peserta aksi. Setelah kompak, solid, dan cerdas barulah aksi dimulai.Saat aksi, peserta wajib menghormati komnado korlap dan turut menjaga keamanan aksi hingga aksi usai. Jika aksi disetting serius atau aksi bisu maka peserta harus menjauhkan dari kegiatan senda gurau dan ketidakseriusan. Seusai aksi, maka peserta menutupnya dengan doa. Evaluasi juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas aksi berikutnya. Tim humas juga memonitoring media untuk memantau keberhasilan blow-up media dan tingkat ke-bias-an tuntutan.
9. Logistik
      Tim logistik memiliki tugas untuk menyiapkan segala bentuk logistik dan atau perlengkapan selama aksi, seperti spanduk, bendera, atribut serta menyediakan sarana untuk membugarkan peserta aksi seperti air minum, snack dan sound system.

Saat Aksi
Saat aksi adalah fase yang bisa dikatakan fase pembuktian dan perjuangan, karena segala sesuatu dapat berubah ketika sudah di lapangan, oleh karena itu peran komandan lapangan sebagai dirigen aksi sangat dibutuhkan agar segala sesuatu berjalan dengan baik. Banyak hal yang tidak terduga, seperti jadwal aksi yang tidak tepat waktu, massa yang tidak sesuai target, logistik aksi yang telat tiba, dan lainnya. Pesan dari kakak tingkat saya ketika saya pertama kali menjadi peserta aksi adalah “apapun yang terjadi nanti, the show must goes on”. Ya. Aksi harus terus berlanjut dengan segala keterbatasan yang ada. Apa saja yang bisa dilakukan saat aksi antara lain :
(1)   Membagikan pesan yang telah dibuat, seperti pamflet dan leaflet, tempatkan orang khusus untuk terus membagikan pesan ini kepada masyarakat yang ditemui di jalan
(2)   Berorasi dalam perjalanan dan di tempat tujuan akhir, orasi adalah bagian dari penyampaian pesan aksi kepada masyarakat luas. selain itu orasi yang dilakukan saat perjalanan bisa sebagai dinamisator massa aksi agar terus bersemangat
(3)   Yel-yel dan menyanyikan lagu. Ini berguna untuk penyemangat massa aksi dan menarik simpati dari masyarakat luas. melakukan aksi teatrikal juga bisa dilakukan untuk dinamisasi dan media interaktif penyampai pesan aksi
(4)   Audiensi ke pihak yang dituju, apakah itu pemerintah atau pihak lainnya. Biasanya perwakilan dari peserta aksi yang tentunya pemimpin dari aksi tersebut melakukan dialog kepada pihak yang dituju untuk menyampaikan tuntutannya dan jika diskusi dan negoisasi berjalan lancar, bisa hingga mencapai sebuah keputusan bersama
(5)   Pembacaan press release. Hal ini biasanya dilakukan pada akhir aksi dan diharapkan dapat diliput media agar pesan yang kita bawa dapat tersampaikan kepada khalayak luas.
Pasca Aksi
Langkah terakhir dari aksi adalah pemulangan peserta, biasanya aksi tidak bubar di tempat dibacakannya press release untuk menimbulkan kesan “bubar setelah aksi”, biasanya peserta berjalan kembali ke tempat lain, baru membubarkan diri di tempat tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam aksi yang mengusung nama dakwah kampus, antara lain : peserta berjalan dengan tertib, tidak ada sampah berserakan saat aksi berlangsung, kata-kata yang digunakan adalah kata-kata yang baik dan sopan, serta tidak merusak fasilitas umum dan menganggu hak masyarakat.  Setelah aksi selesai, sebisa mungkin diadakan evaluasi aksi terkait ketersampaian pesan dan evaluasi teknis untuk menentukan langkah selanjutnya terkait perjuangan isu atau pesan yang disampaikan.
Tips Dan Triks
a. Angle foto
Foto dapat berbicara lebih banyak dari kata-kata. Maka desain aksi yang menyediakan angle foto yang baik akan membuat aksi lebih mudah ter-blow up. Misalnya: aksi LSM Pro Fauna yang membuat balon kura-kura raksasa dalam menentang eksploitasi kura-kura sebagai komoditas.
b. Kalimat poster
Kalimat poster biasanya juga menjadi incaran fotografer. Pilihlah kalimat yang cerdas namun tetap mencerminkan akhlak seorang mahasiswa. Unik dan kreatif adalah kuncinya. Misal : IMF = International Monster Fund.
c. Uniform
Keseragaman pakaian peserta aksi juga dapat menarik perhatian. Pakaian putih-putih, hitam-hitam atau mengenakan pakaian seperti orang utan untuk aksi mendukung keberlangsungan orang utan.
d. Propaganda
Propaganda dibuat untuk mencerdaskan masyarakat di sekitar aksi agar mereka mendukung aksi. Jika aksi dipusat keramaian, maka selebaran propaganda dapat menjadi bacaan yang mengusik perhatian.
e. Pers release
Selain data 5W+1H, pers release juga disusun dengan kalimat baik dan sudah sesuai dengan bahasa koran, sehingga redaktur tidak banyak mengedit. Adanya tambahan data dan angka dapat menambah bobot release.
f. Yel/ lagu
Ciptakanlah yel-yel yang khas dan mudah diingat. Lagu bisa diperoleh dengan mengubah lirik dari lagu yang populis. Yel dan Lagu akan memelihara stamina massa.
g. Symbolized
Simbolisasi perlu dilakukan untuk mencuri perhatian media jika massa aksi tidak terlalu banyak. Misalnya : aksi membawa tikus ke kantor DPRD untuk menyindir anggota dewan yang tak ubahnya seperti tikus-tikus pengerat.
h. Aliansi taktis
Untuk memperkuat posisi tawar, aliansi kadang diperlukan. Aliansi didasarkan pada pertimbangan kesamaan ideologi, atau kesamaan isu , atau kesamaan metode. Jika aliansi ini adalah dari universitas, maka bendera masing-masing universitas wajib untuk ditonjolkan.
i. Menghadapi wartawan
Jika jurnalis TV mewawancarai peserta aksi, sebaiknya peserta tersebut mengarahkannya kepada tim humas atau korlapnya agar jurnalis itu dpat mewawancarai person yang lebih valid dalam memberikan keterangan. Ketika di wawancara, demonstran yang efektif merancang pesannya supaya bisa disampaikan secara utuh dalam tempo 10 hingga 15 detik. Setelah pesan disampaikan secara singkat, padat, dan utuh – baru kemudian dilakukan elaborasi. Ini menjaga agar pesan utama secara utuh tetap bisa tersiar walaupun mungkin elaborasinya terpotong. Hal ini disebabkan karena spot berita TV sangat singkat, berbeda dengan media cetak yang dapat memuat banyak. Beberapa pertanyaan dari wartawan yang bisa diantisipasi oleh setiap peserta aksi adalah: Mengapa anda berada disini? Apa yang ingin anda capai? Apakah demonstrasi ini sungguh-sungguh merupakan solusi? Apa yang bisa dilakukan oleh khalayak untuk masalah yang anda perjuangkan?

Bangkit Melawan atau Diam Tertindas, Sikap Lamban Berarti Mati
YAKIN USAHA SAMPAI !!!