Jumat, 03 Juni 2016

RESENSI FILSAFAT ILMU PROF. DR. H. CECEP SUMARNA, M.Ag



F I L S A F A T   I L M U
Prof. Dr. H Cecep Sumarna, M.Ag


RESENSI BUKU
Diajukan untuk memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah: Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Jamali, M.Ag



 










Oleh:
WAWAN HERMAWAN
NIM. 14156310022
Program Studi: Pendidikan Agama Islam (PAI-B)
Semester II


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2016


DATA BUKU
Judul Buku                  : Filsafat Ilmu
Penulis                         : Dr. Cecep Sumarna
Penerbit                       :  CV. Mulia Press, Bandung
Tahun Terbit               : 2008
Tebal Buku                  :  271 halaman

RIWAYAT SINGKAT PENGARANG
Dr. Cecep Sumarna
Doktor di bidang Filsafat Ilmu dan Filsafat Pendidikan Islam ini, lahir di Cikuya Tasikmalaya, pada Oktober 1971. Kampung ini berjarak tiga kilometer dari Kantor Kecamatan Cikatomas dan 39 kilometer dari Kantor Kabupaten Tasikmalaya.
Tumbuh dari kultur santri kampung yang telah banyak melahirkan intelektual. Ibunya bernama Siti Mardiyah dan ayahnya bernama Muslih Suryana. Tokoh Masyumi yang hidupnya dihabiskan untuk mengelola Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah yang ia dirikan bersama saudara tuanya. Uang hasil gajinya banyak dihabiskan untuk mengelola madrasah ketimbang nabung untuk naik haji.
Sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, penulis belajar di lingkungan agama. Selesai dari Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah, penulis melanjutkan ke Pendidikan Guru Agama Negeri di Ciamis. Tahun 1991, Kuliah Fakultas Tarbiyah IAIN ”SGD” di Cirebon lulus tahun 1995. Atas usaha gurunya, Drs. H. Yusuf Saefullah M., M.Ag, sempat beberapa bulan mengabdi di almamaternya sebagai seorang asisten. Beberapa bulan kemudian, memperoleh beasiswa dari Ditbinperta Islam Departemen Agama RI untuk mengikuti Post Graduate Program di IAIN Ar-Raniry Banda Aceh pada konsentrasi Islamic studies dan lulus pada tahun 1998. Tesis dengan judul : Orientasi Gerakan Cendekiawan Muslim Indonesia : Studi analisis terhadap peran anggota ICMI dalam birokrasi menghantarkannya menjadi seorang Magister. Menyelesaikan program Doktor di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulus pada bulan April 2007 dengan predikat cumlaude.
Penulis juga Santri Pondok Pesantren Miftahul Jannah sejak kelas empat SD sampai kelas tiga SLTP dan santri al Hasan Ciamis, 1988 sampai tahun 1991. Penulis tercatat sebagai peserta program Jurnalistik di LPBKI Kota Cirebon pada tahun 1993-199. Melalui pendidikan ini, sempat menjadi penulis lepas di Pikiran Rakyat Edisi Cirebon dan reforter bidang politik dan sosial keagamaan di Cibes FM Kabupaten Cirebon, sebuah Radio yang didirikan bersama rekan-rekan sesama peserta program. Selain itu, sempat  tercatat sebagai peserta Kursus Akting Film program dua tahun di lembaga yang sama. Di program ini sempat belajar satu semester. Tetapi karena kondisi ekonomi tidak memungkinkan, program ini tidak dapat diselesaikan dan kembali konsen ke kampus utama.
Di tahun 1998, bersama rekan-rekan satu kantor, penulis tercatat sebagai salah seorang peserta program workshop for lecturers di Sawangan Bogor dengan funding The Asian Foundation atas usaha teman-teman di International Centre for Civic Eduacation (ICCE) UIN Jakarta. Melalui kursus ini dengan berbagai seleksi di Jogjakarta dan Jakarta , penulis sempat tercatat sebagai fasilitator bagi dosen PTAIS Kopertais Jakarta, Jabar dan Banten dalam mata kuliah Civic Education.
            Selain aktif dalam dunia akademik, penulis adalah aktivis organisasi massa dan LSM. Di kampus, sewaktu menjadi mahasiswa, penulis adalah aktivis Senat Mahasiswa, selain aktif sebagai pengurus HMI Cabang Cirebon, pengurus dan pendiri FSS 55 Cirebon, pengurus Wira Karya Indonesia DPD Kota Cirebon, Wakil Direktur LPSM Nurjati , KAHMI kota Cirebon dan anggota KAHMI Jawa Barat, Kahmi Nasional dan Dewan Fakar ICMI Jawa Barat.
Bersama rekan sekantor dan mahasiswa dari berbagai elemen Kampus wilayah III Cirebon, di tahun 2003, penulis mendirikan lembaga kajian strategis,yakni : Center for Philosophy and Social     Problem Studies dan menempatkan dirinya sebagai Direkturnya. Peneliti juga mendirikan Training and Reseach Institut (2005) dan pendiri center for Education and Publict Studies (2005). Pernah menjadi editor ahli dalam Jurnal al Tarbiyah (2002-2006) setelah sebelumnya menjadi Redaktur Pelaksana (2000-2002) Jurnal Penelitian Holistik yang didirikan bersama Prof.Dr.Muhaimin, MA.
Penulis anggota senat STAIN Cirebon periode 2006-2010 setelah sebelumnya sempat menjadi Ketua Program Studi:Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial-Ekonomi Koperasi (2002-2006). Sebelumnya penulis juga dipercaya sebagai Sekretaris Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat (P3M) STAIN Cirebon (1999-2002). Diluar kampus utama, penulis diminta untuk menjadi Pembantu Ketua III Sekolah Tinggi Farmasi Yayasan Pendidikan Imam Bonjol Cirebon , periode 2006-2010. Di sela kesibukan kantor dan pengajar di kampus ini, penulis tercatat sebagai dosen luar biasa di beberapa kampus wilayah Cirebon.















KATA PENGANTAR
            Buku yang berjudul “Filsafat Ilmu” ini adalah suatu tulisan tentang filsafat yang disebut sebagai induknya ilmu, dimana filsafat telah banyak berjasa dalam proses kemajuan ilmu itu sendiri. Bahkan tidak sedikit diantara para tokoh atau ilmuan jugadisebut sebagai filsuf, karena ilmunya mumpuni dan cara berpikirnya sudah termaktub dalam kriteria berfikir filsafat.
Penulisan dalam buku ini memuat tentang suatu prinsip yang disebut sebagai cara berpikir filsafat. Ketika kita berfilsafat berarti kita sedang berfikir, dan tidak berarti berfikir dapat disebut berfilsafat. Setidaknya ada beberapa ciri berpikir filsafat, diantaranya, pertama, radikal yaitu berpikir sampai ke akarnya ; kedua, sistemik, yaitu berpikir secara logis, bergerak selangkah demi selangkah penuh kesadaran, berurutan dan penuh rasa tanggung jawab ; ketiga, universal (berpikir secara menyeluruh, tidak terbatas pada bagian – bagian tertentu).
Jadi, filsafat adalah sesuatu yang berharga dan bermanfaat dalam perkembangan umat manusia, terlebih dalam dunia pengetahuan dan ilmu. Dalam pengembangan, pengujian atau pembuatan ilmu pun filsafat punya wadah khusus yang tugas dan fungsinya di bidang tersebut, yaitu filsafat ilmu.
Dihadapkan pada nilai guna dan manfaatnya, maka di dalam buku ini diuraikan tentang pandangan terhadap filsafat ilmu yang layak untuk terus dikaji dan dipahami setiap orang, termasuk diantaranya para akademisi dan ilmuwan di bidangnya. Karena tidak menutup kemungkinan dengan filsafat ilmu ini ilmu baru akan tercipta dan tercipta dari ilmu sebelumnya.
Di samping itu, buku ini juga mengajak kita untuk lebih mengenal tentang filsafat ilmu yang mengajarkan kepada kita untuk terus mempertanyakan dimensi why, sehingga menuntut kita masuk kedalam logika orang. Bukan sebaliknya, memaksa orang dalam logika kita. Yang terpenting dalam filsafat ilmu, dengan filsafat ilmu, kita diajak untuk menelusuri dan membuktikan sesuatu ilmu dan pengetahuan itu yang harus betul-betul bermakna buat kita dan keberlangsungan umat manusia.
ISI BUKU
*      MENGAPA FILSAFAT ILMU
Sebelum membahas lebih jauh tentang filsafat ilmu, maka penulisan dalam buku ini diawali dengan pertanyaan mengapa filsafat ilmu ? Tentu saja dari maksud diawali dengan pertanyaan tersebut, bahwa penulis berusaha mengajak pembacanya untuk lebih tertarik guna mengenal dan mendalami filsafat ilmu, serta membenarkan beberapa kekeliruan pandangan terhadap filsafat ilmu, dan menyatakan bahwa filsafat ilmu bukanlah ilmu filsafat.
Pada bab ini diulas pula tentang lahirnya filsafat ilmu, dimana filsafat di satu sisi dapat menjadi pembuka lahirnya ilmu, di sisi lainnya, juga dapat menjadi pembuka lahirnya ilmu, di sisi lainnya juga dapat berfungsi sebagai cara kerja akhir ilmuwan . ”Sombongnya”, filsafat sering disebut sebagai induk ilmu (mother of science) dan sekaligus menjadi pamungkas keilmuan yang dalam beberapa hal tidak dapat diselesaikan oleh ilmu.
Kenapa demikian ? Sebab filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan berbagai pencabangan ilmu. Realitas juga menunjukkan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu pun yang lepas dari filsafat atau serendahnya tidak  tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan untuk kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat yang khusus mengkaji ilmu pengetahuan. Rumusan ilmu dimaksud disebut filsafat pengetahuan, yang berkembang dalam cabang baru yang disebut sebagai filsafat ilmu.
*      SEJARAH ILMU PENGETAHUAN
Pada bab ini, Dr. Cecep Sumarna, sang penulis buku, menjelaskan tentang sejarah ilmu pengetahuan yang dimulai dari cara berpikir manusia yang berbau mistik. Yunani Kuno memiliki peranan penting dalam melakukan proses perubahan paradigm berpikir manusia dari sesuatu berbau mistik ke dunia ilmu, dunia logika, dunia factual, dunia terukur.  Para filosof  besar Yunani Kuno seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles, mampu membalikkan mitos atau mistik menjadi ilmu. Yunani kuno didukung kuat dan luasnya aspek mitos di kalangan masyarakat. Harus pula diakui, bahwa mitos dapat menjadi perintis filsafat. Melalui mitos, manusia mampu melakukan percobaan untuk mengerti tentang sesuatu secara filosofis-spekulatif,
Mite (kata besar dari mitos) dapat mencari keterangan tentang asal usul alam semesta dan kejadian yang berlangsung di dalamnya. Mite  mampu memberikan jawaban atas sejumlah pertanyaan dasar tentang asal usul alam semesta. Jawaban yang diberikan mite atas pertanyaan dasar tentang asal usul alam semesta ini, secara teoretik kemudian disebut dengan kosmogonis. Ketika sudah menjadi kajian kosmogonis, tentu tidak lagi murni mistik Tetapi sedikit banyak sudah filosofis sekaligus sedikit banyak ilmiah, dan lahirlah ilmu pengetahuan.
Di samping berbicara tentang sejarah ilmu pengetahuan yang cakupannya di wilayah Yunani Kuno, Cecep Sumarna selaku penulis buku ini, juga memiliki asumsi bahwa dunia Islam sebagai penyelamat ilmu pengetahuan Yunani Kuno.
*      MENGENAL FILSAFAT
Pada bab ini, penulis mengajak kita untuk lebih mengenal filsafat dengan memahami filsafat itu sendiri. Dijelaskan dalam bab ini bahwa filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia dan philosophos, terstruktur dari kata philos dan Sophia atau philos dan shopos. Philos berarti cinta, dan sophia atau shopos berarti kebijaksanaan, pengetahuan tertinggi, hikmah.
Dalam arti yang agak umum, filsafat dapat digunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dalam pikiran manusia tentang berbagai kesulitan yang dihadapinya, serta berusaha untuk menemukan solusi yang tepat. Misalnya ketika kita menanyakan : “Siapa kita? Darimana kita berasal ? Mengapa kita ada di suatu tempat ? Kemana kita akan pergi dan berlalu ? Apa yang dimaksud dengan kebenaran dan kebathilan ? Dan apakah yang dimaksud dengan kebaikan dan kejahatan ?
Namun demikian, dalam bab ini juga diungkapkan bahwa filsafat dapat juga diartikan dalam arti yang khusus. Dalam  arti ini, kata filsafat biasanya bersinonim dengan sistem dari sebuah madzhab tertentu dalam filsafat. Misalnya, filsafat dirangkaikan  dengan salah seorang filosof, seperti filsafat Aristoteles atau filsafat Plato.  Rangkaian kata filsafat dengan nama seorang filosof tertentu mengindikasikan bahwa setiap filosof dengan aktivitas filsafat yang dilakukannya bermaksud membangun suatu bentuk penafsiran yang lengkap dan menyeluruh terhadap segala sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh filosof tertentu itu.
Selanjutnya, penulis menjelaskan juga tentang ciri berpikir filsafat dengan ciri-ciri sebagai berikut : radikal, sistemik, universal dan spekulatif.  Berpikir radikal artinya berpikir sampai ke akar persoalan. Sistemik adalah berpikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah, penuh kesadaran, berurutan dan penuh rasa tanggung jawab. Universal artinya berpikir secara menyeluruh tidak terbatas pada bagian-bagian tertentu, tetapi mencakup keseluruhan aspek, yang konkret dan abstrak atau yang fisik dan metafisik. Terakhir, spekulatif, karena seorang filosof memiliki cara berpikir yang spekulatif, maka seorang filosof terus melakukan ujicoba dan memberikan pertanyaan terhadap kebenaran yang dianutnya.
*      METAFISIKA
Buku yang berjudul Filsafat Ilmu ini, menjelaskan pula tentang metafisika. Dalam filsafat ilmu, metafisika perlu dibahas, karena memiliki nilai guna sebagai bahan studi atau pemikiran tentang sifat tertinggi atau terdalam (ultimate nature) dari keadaan atau kenyataan yang tampak nyata dan variatif. Melalui pengkajian dan penghayatan terhadap metafisika, manusia akan dituntun pada jalan dan penumbuhan moralitas hidup.
Hubungan antara metafisika dengan filsafat ilmu dapat diibaratkan seperti hubungan dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan meski gampang dibedakan. Filsafat ilmu membincangkan persoalan metafisika lebih karena hampir tidak ada ilmupun yang terlepas dari persoalan metafisika. Bahkan dalam banyak hal, ilmu dan pengkaji ilmu (ilmuwan) yang kering makna metafisika akan berakibat pada keringnya makna ilmu itu sendiri. Tentu ini subjektif, tetapi kelihatannya sangat sulit ditolak.
*      SUMBER ILMU PENGETAHUAN
           Sumber ilmu pengetahuan yang menjadi kajian di bab ini adalah aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu. Aspek-aspek tadi, mungkin telah memperlihatkan perkembangan yang ada atau mungkin muncul di tengah kehidupan manusia.
Cecep Sumarna, sang penulis, memberikan penekanan tentang pentingnya mengkaji sumber ilmu pengetahuan didasarkan atas : 1) Adanya perbedaan pandangan di kalangan filosof dan saintis tentang apa yang menjadi sumber ilmu ; dan 2) Perbedaan ini ternyata berkonsekwensi pada perbedaannya paradigma yang dianut masing-masing komunitas masyarakat dalam memandang dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan.
Dilihat dari sejarah, lahirnya sumber ilmu pengetahuan seperti terlihat dalam corak ilmu pengetahuan Barat kontemporer, namun sebenarnya berakar dari tradisi dialektis filosof Yunani pada abad kelima dan keempat sebelum masehi.
Perlu diketahui pula, ada cara lain yang juga dapat disebut sebagai sumber pengetahuan, yaitu intuisi dan wahyu. Kelompok yang menganggap bahwa intuisi dan wahyu dapat menjadi sumber pengetahuan adalah mereka yang masih menjunjung tinggi peranan wujud tertentu di laut dzat atau benda fisik yang tampak dan dapat dibuktikan oleh alat indera manusiawi.
Intuisi dapat juga dianggap dapat menjadi sumber pengetahuan karena melalui intuisi manusia mendapati ilmu pengetahuan secara langsung tidak melalui proses penalaran tertentu. Melalui intuisi, menurut Cecep Sumarna, manusia secara tiba-tiba menemukan jawaban dari permasalahan yang dihadapinya.
*      PENALARAN : SARANA BERPIKIR ILMIAH
           Pada bab ini, Cecep Sumarna mencoba mengenalkan kepada pembacanya tentang penalaran yang merupakan sarana berpikir ilmiah. Seseorang telah melakukan pentalaran dengan benar, dan karena tidak disebut telah memiliki ciri berpikir nalar, apabila ia memperlihatkan pemikirannya yang logic dan analytic. Logika adalah suatu kegiatan berpikir dengan menggunakan suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu, ketidak konsistenan dalam menggunakan alur logika, dapat menyebabkan kekacauan penalaran. Sedangkan analitik adalah kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada logika ilmiah dengan menggunakan langkah-langkah tertentu dalam bingkai ilmiah tadi. Cara berpikir tertentu baru termasuk ke dalam suatu penalaran yang benar, apabila ia menggunakan penalaran yang logis dan analitik.
Dengan demikian, pada intinya yang diungkapkan oleh Cecep Sumarna pada bab ini adalah bahwa sarana berpikir ilmiah berlandaskan pada logika. Dengan kata lain, logika adalah cara penalaran dalam menarik kesimpulan, untuk memperoleh cara berpikir yang lebih shahih.
Dalam praktisnya, serendahnya terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui cara kerja logika. Dua cara itu adalah : induktif dan deduktif. Logika induktif diartikan sebagai penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan rasional. Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di lapangan. Dalam implementasinya, kedua cara penarikan kesimpulan ini memiliki implikasi yang amat luas, yang secara perlahan-lahan akan terurai melalui berbagai penjelasan di bab berikut buku ini.
*      METODE BERPIKIR ILMIAH
            Metode berpikir ilmiah adalah prosedur, cara dan teknik memperoleh pengetahuan. Meski tidak semua pengetahuan didapatkan melalui metode atau pendekatan ilmiah, tetapi apa yang disebut dengan ilmu, harus didapatkan melalui pendekatan dan metode ilmiah. Kaidah filsafat ilmu, bahkan disebut bahwa suatu pengetahuan, baru dapat disebut sebagai ilmu, apabila cara perolehannya dilakukan melalui kerangka kerja ilmiah. Salah satu cara kerja ilmiah dimaksud disebut metode ilmiah.
Dengan menggunakan metode berpikir ilmiah, manusia terus menerus mengembangkan pengetahuannya. Dengan metodenya manusia terus memperoleh kenikmatan dan kebahagiaan hidup. Perspektif ini oleh sang penulis buku ini dikatakan hanya akan terwujud sikap ingin tahu manusia dan itu semua dilakukan melalui metode berpikir tertentu yang disebut dengan metode berpikir ilmiah. Manusia memiliki sifat ketergantungan yang luar biasa terhadap pengetahuan. Sifat ingin tahu yang melekat pada diri manusia, telah mendorong manusia untuk mengungkapkan pengetahuan, meski dengan berbagai cara dan pendekatan yang digunakan.
Yang perlu kita ketahui dalam hal ini, bahwa secara historis, ada empat cara manusia memperoleh pengetahuan, yaitu : 1) Berpegang pada suatu yang telah ada (metode keteguhan);   2) Merujuk kepada pendapat ahli (metode otoritas);     3) Berpegang pada intuisi (metode intuisi), dan ;  4) menggunakan metode ilmiah.
*      ETIKA
           Etika adalah salah satu unsure penting yang terdapat dalam teori nilai. Kata teori nilai yang terdiri dari dua suku kata, yakni teori dan nilai itu, tampaknya merupakan terjemahan dari bahasa Yunani, logos (akal dan teori) dan aksios (nilai atau suatu yang berharga).
Para ahli filsafat sering menyebut teori nilai sama dengan aksiologi. Seperti diketahui bahwa aksiologi merupakan bagian dari tiga cabang besar filsafat ilmu, yakni : ontology, epistemology dan aksiologi. Aksiologi sering disebut sebagai ilmu yang melakukan penyelidikan mengenai kodrat, criteria dan status metafisik dari nilai.
Nilai disebut aksiologi, karena cabang filsafat ini menyelidiki hakikat nilai ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Louis O. Kattsoff  menyebutkan beberapa cabang pengetahuan yang terkait dengan masalah nilai, atau setidaknya berkeperluan terhadap nilai. Nilai dimaksud seperti ekonomi, etika, estetika, filsafat agama dan epistemology kebenaran. Bidang –bidang ini menurut Kattsoff, mesti dibingkai dalam kaidah nilai. Sebab betapapun tingginya capaian fisik yang dihasilkan dari basis keilmuan di atas, ia tetap akan kehilangan nilai substantifnya, tanpa nilai yang mengidealisir system bangunannya.
Sehingga di dalam bab ini, Cecep Sumarna sang penulis buku ini, berupaya menonjolkan semangat pada bab ini yang akan menguraikan tentang nilai dalam ilmu. Bagaimana nilai harus diterapkan ketika berhadapan dengan wilayah keilmuan? Apakah nilai dapat disusun dalam rumusan tunggal sehingga diakui bahwa nilai itu mengandung makna universalnya atau tidak ? Lalu bagaiman ilmuwan dan kita semua bersikap ketika fakta menunjukkan bahwa penilaian terhadap nilai itu subjektif? Sebatas mana pula subjektivitas itu ditoleransi? Inilah urgensi terpenting dari kajian bab ini.
*      ESTETIKA
          Di dalam bab estetika ini, penulis buku mengawali tulisannya dengan suatu ungkapan yang cukup membuat orang penasaran untuk lebih memahami bab ini, yaitu : menarik tidak untuk tertarik, mencintai tidak untuk memiliki, memiliki tidak untuk mencintai, memiliki tidak untuk menikmati, bahkan menikmati tak berarti harus mencintai dan memiliki.
Bab ini juga diawali dengan contoh-contoh penilaian estetika dari kaum adam terhadap kaum hawa yang di dalam penilaian tersebut tidak terlepas dari penilaian yang subjektif. Namun, yang perlu kita perhatikan dalam estetika adalah bahwa estetika merupakan bagian dari tritunggal, yakni teori tentang kebenaran (epistemologi), kebaikan dan keburukan (etika) dan keindahan itu sendiri (estetika). Estetika misalnya berbicara mengenai hakikat keindahan. Selain itu, estetika juga berbicara tentang teori mengenai seni. Seni yang melukiskan bahasa perasaan.
Dengan demikian, estetika berarti suatu teori yang meliputi : 1) Penyelidikan mengenai yang indah;  2) Penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari seni;  dan 3)  Pengalaman yang bertalian dengan seni, penciptaan seni, penilaian terhadap seni atau perenungan terhadap seni.
*      BAHASA & NOTASI ILMIAH
          Di lautan yang teduh, setiap orang kemungkinan dapat menjadi nakhoda perjalanan. Kalimat ini menjadi awal tulisan dalam bab ini, yang pada hakekatnya penulis buku ini ingin mengutarakan tentang fungsi bahasa dalam komunikasi. Setiap komunikasi, pasti menggunakan bahasa. Bahasa adalah sarana berpikir. Bahasa berguna untuk menjadi alat komunikasi dalam menyampaikan jalan pikiran dirinya kepada orang lain. Melalui bahasa, manusia tidak mungkin berpikir secara sistematis.
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Dengan bahasa, manusia mampu melakukan abstraksi sekaligus simbolisasi dari realitas faktual empiris ke dalam dunia ide.
Bahasa dapat mendorong manusia melakukan proses transformasi. Melalui bahasa, manusia dapat melakukan proses berpikir dengan cara menarik realitas factual ke dalam dunia ide, meski objek-objek faktual dimaksud tidak lagi factual-empiris dan telah berada di luar jangkauan dirinya. Melalui bahasa manusia dapat melakukan komunikasi apa saja dari satu subjek kepada objek lain.
Bahasa itu sendiri kadang tertuang dalam bentuk tulisan. Sehingga penulis buku ini, Cecep Sumarna, berupaya memberikan penekanan terhadap tulisan yang memiliki peranan yang cukup kuat dalam mempengaruhi pikiran manusia. Di dalam tulisan ilmiah, mensyaratkan adanya notasi ilmiah. Ia berfungsi untuk menjadi alat ukur penegakkan prinsip kejujuran ilmiah. Prinsip dasarnya, setiap pemikiran tidak pernah berdiri sendiri, sebagai sesuatu yang benar-benar baru.  Setiap pengetahuan selalu dan pasti merupakan tumpukan dan lanjutan dari satu item kepada item lain.
Ada tiga bentuk sistem notasi ilmiah. Ketiga bentuk dimaksud adalah : Pertama, harus teridentifikasi dari siapa penulis melakukan rujukan.  Kedua, media atau alat komunikasi yang dijadikan oleh mereka yang pikirannya disadur. Ketiga, juga harus jelas lembaga yang menerbitkan tulisan mereka yang oleh penulisan pikirannya disadur. Masuk dalam ranah ini, termasuk tahun penerbitan dan halaman berapa mereka menulis.
Dalam bentuknya, notasi ilmiah dibagi ke dalam tiga bentuk. Ketiga bentuk dimaksud adalah : 1) Catatan kaki (foot note);  2) In Note (catatan di dalam tulisan), dan 3) End Note (diletakkan di akhir tulisan).
*      PENUTUP
Buku yang ditulis oleh Cecep Sumarna ini, pada hakekatnya ingin mengungkapkan tentang pengetahuan, ilmu dan anak turunannya (teknologi) yang selalu menjadi perhatian orang. Wajar saja ini dituangkan dalam tulisan ini, karena hampir setiap dinamika kehidupan manusia akan sangat tergantung pada tiga persoaan di atas. Abad ini, yang disinyalir oleh berbagai ahli sebagai abad informasi, telah menggeser paradigm berpikir masyarakat. Perubahan paradigma dimaksud, salah satunya dipengaruhi kuat oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan teknologi saat ini misalnya, bukan hanya sekedar dijadikan alat, tetapi ia kini telah menjadi komoditi yang dapat diperjual belikan dengan berbagai kepentingan.
Dihadapkan pada kondisi tersebut di atas, maka penulis buku filsafat ilmu ini, yaitu Cecep Sumarna, beliau mampu mencermati dan mengimbangi hal tersebut dengan menampilkan pemikirannya terhadap sesuatu yang sedikit jarang dilakukan dan diperhatikan orang,  dan ini menurut saya cukup urgen untuk diteliti lebih jauh, yaitu pembahasan mengenai hakikat pengetahuan, ilmu dan teknologi itu sendiri khususnya ketika harus berelasi dengan manusia.
Harus diakui bahwa perhatian terhadap hal ini telah melahirkan banyak aliran dalam filsafat dengan segala persamaan dan perbedaannya, dan itu semua melahirkan filsafat ilmu yang dibahas secara terperinci dalam buku ini oleh sang penulis Cecep Sumarna.
Tulisan ini merupakan obsesi Cecep Sumarna untuk memajukan pola pikir bangsa ini serta mengembangkan, menguji dan membuat ilmu dalam satu wadah khusus yaitu filsafat ilmu.
Namun, sebagai cendekiawan muslim, Cecep Sumarna dalam mengembangkan tulisannya tentang filsafat ilmu masih berkiblat kepada filosof-filosof Yunani. Walau demikian, terdapat upaya Cecep Sumarna untuk mengimbangi kelemahannya ini dengan menampilkan beberapa filosof muslim, dan di dalam buku ini juga dikemukakan tentang peranan dunia Islam sebagai penyelamat ilmu pengetahuan Yunani Kuno. Di dalam buku ini juga terdapat semangat Cecep Sumarna untuk melakukan islamisasi filsafat ilmu dan pengetahuan, namun pengembangannya masih terbatas karena di dalam tulisannya masih terungkap pandangan dan pemikiran para filosof Yunani Kuno, seperti Aristoteles, Socrates dan lain-lain.
Walau demikian, perlu diakui, bahwa pemikiran-pemikiran yang diangkat oleh Prof. Dr. Cecep Sumarna ini merupakan buah karya anak muda yang produktif untuk membantu khazanah kita untuk memikirkan atau ikut serta berpikir tentang masalah filsafat ilmu yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia sehingga ilmunya dapat memberikan manfaat yang positif bagi kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini. Yakin Usaha Sampai.